Pengikut

Selasa, 16 Oktober 2012

asuhan keperawatan KPD


BAB I

TINJAUAN PUSTAKA


1.1              Pengertian
Ketuban pecah dini :
Adalah pecahnya selaput ketuban secara sepontan pada saat belum inpartu atau selaput ketuban pecah satu jam kemudian tidak diikuti tanda-tanda persalinan (tanpa melihat umur persalinan ), (standart pe;ayanan medik MSF obstetri dan genekologi ).
Adalah pecahnya ketuban sebelum inpartu yaitu bila pembukaan pembukaan primi kurang dari 3 Cm dan multipara kurang dari  5 Cm, (Muchtar rustam, 1998 hal 255)
1.2              Etiologi
Penyabab dari ketuban pecah dini masih belum jelas maka usaha prefentif tidak bisa dilakukan kecuali dalam usaha menekan adanya nifas. Tetapi beberapa bukti menunjukkan bahwa bakteri atau sekresi maternal yang menyebabkan iritasi dapat menghancurkan selaput ketuban, kadang-kadang juga akibat induksi persalinan yang kurang tepat. (Incompetensi cervix , (Mary Hemilton).
1.3              Patofisiologi
Tailor dan kawan-kawan menyelidiki hal ini ternyata ada hubunganya dengan hal-hal sebagai berikut :
a.       Adanya hipermotilitas rahim yang sudah lama terjadi sebelum ketuban pecah, penyakit seperti pielonefritis, sarilisis dan vaginitis terdapat bersama-sama dengan hipermotilisat rahim ini.
b.      Selaput ketuban terlalu tipis ( kelainan ketuban ).
c.        faktor-faktor lain yang merupakan predisposisi yaitu  multipara, malporasi, disproporsi, cervix incompeten dan lain-lain.
d.      Infeksi (amnionitis atau karioamnionitis )
e.       Ketuban pecah dini antifisial (amniotomi) dimana ketuban pecahnya terlalu dini.
Faktor-faktor yang memudahkan pecahnya selaput ketuban terlalu dini :
a.       Karioamnionitis  menyebabkan selaput ketuban menjadi rapuh
b.      Incompetensi servix : kanalis servikalis yang selalu terbuka karena kelainan servix uteri ( faktor kogenital, faktor aknisita, faktor pesikologik).
c.       Kelaianan letak : tidak ada bagiaan terendah janain yang menutupi PAP, yang dapat mengurangi tekanan selaput bagian bawah .
d.      Trauma: menyebabkan tekanan intraliterine mendadak meningkat.
1.4              Diagnosis
Daiagnisis arus didasarkana pada :
a.       Anamnesa
-          Kapan keluarnya cairan
-          Warna dan bau
-          Adakah partikel-partikel didalam cairan
b.      Inspeksi
- Keluar cairan pervaginan
c.       Inspekulo
Bila fundus atau bagian terendam digoyahkan keluar dari OUE terkumpul di forniks posterior
d.      Periksa dalam
-          Adanya cairan dalam vaginan
-          Selaput ketuban tidak ada
e.       Pemeriksaan laboratorium
-          Dengan kertas lakmus menunjukkan reaksi basa lakmus berubah jadi biru  yang berarti air ketuban
-          Dengan kertas lakmus menunjukkan reaksi asam kertas lakmus berubah jadi merah bararti air krncing
-          Sebagai dasar interpretasi :
-     Selaput ketuban mungkin utuh :
  Kuning                      : PH 5,0
  Kuning pudar            : PH 5,5
  Hijau pudar               : PH 6,0
-    Selaput ketuban pecah ;
    Hijau – buru              : PH 6,5
 Biru kelabu                  : PH 7,0
 Biru pekat                    : PH 7,5

1.5              Prognosis
Ditentukan oleh penatalaksanaan dan komplikasi –komlikasi yang mungkin timbul serta umur dariu kehamilan  KPD ( Ketuban pecah Dini ) itu senduri mempunyai pengaruh terhadap janin dan ibu baik pada masa kehamilan maupun masa persalinan.
a.       Pengaruh terhadap janian
Walaopun ibu belum menunjukkan gejala-gejala infeksi kejanin mungkin sudah terkenan intra uteri dulu terjadi sebelum gejala dari ibu dirasakan jadi akan memungkinkan mortalitas dan morbiditas prenatal, tali pusdat mencembung, Amniotil Syndrome yaitu kelainan bawaan akiabat ketuban pecah sejak hamil mudah.
b.      Pengaruh terhadap ibu
Karena jalan lahir telah terbuka antara lain akan dijumpai
-          infeksi introportal  apalagi bila terlalu sering diperiksa dalam
-          peritonitis dan septinemia
-          Dry labor
-          Infeksi picerperium atau nifas
-          Ibu akan lebih capek karena akan tidur terus maka kemungkinan akan terjadi partus lama, suhu badan naik, nadi cepat danb nampaklan tanda-tanda infeksi

1.6              Penatalaksanaan persalinan
a.       Bila anak belum viable ( < dari 36 minggu ).
Penderita dianjurkan untuk istirahat ditempat tidur dan berikan obat-obatan antibiotik, profilaksis , sposmolitika, dan rabaransia denghan tujuan untuk mengundur waktu anak SP valuable
1.      Perkiraan BB janin > 1500 gr
-          Berikan antibiotik 1 gr / 6 jam  IV, dan diter terlebih dahulu, setelah dua hari dilanjutkan amoksilin  3x500 mmg/br peros setelah 3 hari
-          Berikan kortikosteroid untuk merangsang maturasi yaitu injeksi deksametason 10 mg IV, 2x selam 24 jam atau injeksi betametason 12 mg IV 2x selam 24 jam bila belum inpartu segera terminasi
2.      Perkiraan BB janin < 1500 gr
-          berikan injeksi antibiotik ampisilin 1 gr/6 jam IV dites dahulu selama 2 hari dilanjutkan amoxcicilin 3x500 mg/hr per OS selam 3 hari
-          Observasi suhu rektal tiap 3 jam bila suhu rektal 37,6 C , segera terminasi
-          Bila 2x24 jam, air ketuban tidak keluar , lakukanj USG,
-          Bila jumlah air ketuban cukup, kehamilan dilanjutkan ( konservatif)
-          Bila jumlah aior ketuban sedikit, segera terminasi
-          Bila 2x24 jam, air ketuban masih tetap keluar segera terminasi
-          Bila konservatif, sebelum penderita pulang diberi nasehat:
-                Seger akembali kerumah sakit bila ada tanda-tanda demam atau keluar air ketuban lagi
-                Tidak boleh koitus
-                Tidaik boleh mempalasi vaginal

b.      Bila anak sudah valiable ( . 36 minggu )
Lakukan induksi persalianan / partus 6-12 jam setelah logphose dan berikan antibiotik  profilaksis pada kasusu-kasus tertentu dimana induksi partus dengan PGE 2 dengan atau drip sintosinon bila gagal lakukan tindakan operatif.


Bila kasus KPD menyelesaikan persalianan bisa dengan :
1.      Partus sepontan
2.      Ekstraksi vakum
3.      Ekstraksi forsep
4.      Embriotomi bila anak sudah meninggal
5.      Operasi bila ada indikasi obstetrik
1.7              Komplikasi
a.       pada anak
I UFD, asfiksia prematuritas
b.      pada Ibu
partus lama, infeksi, atonia uteri , HPP atau infeksi nifas
1.8              KPD yang dilakukan induksi
-          bila 12 jam belum ada tanda –tanda awal persalinan atau belum keluar dari fase laten, induksi dinyatakan gagal dan persalinan diselesaikan dengan SC
-          bila dengan 2 botol ( @ 5 U/500  cc D5
), dengan tetesan maksimum, belum inpartu atau keluar dari fase laten induksi persalianan dinyatakan gagal persalinan diselesaikan dengan SC.
1.9              KPD yang sudah inpartu
-          Evaluasi setelah 12 jam his keluar dari fase laten, bila belum keluar dari fase laten dilakukan akselerasi persalinan dengan drip oksitosin atau terminasi dengan SC bila ada indikasi untuk drip oksitisin
-          Bila fase laten di dapat tanda-tanda suhu rektal . 37,6 maka dilakukan akselerasi persalinan dengan drip oksitosin atau terminasi dengan SC bila ada tanda kontra indikasi drip oksitosin
1.10          Induksi persalianan
-          penilain servix
1.      jika skor > 6, biasanya induksi cukup dilakuakan dengan oksitosin
2.      jika skor < 5, matangkan servix lebih dulu dengan prostagladin
Penilain servix untuk induksi persalinan
( skor Bishop ) :
Faktor
Skor
0
1
2
3
-    Bukan
-    Panjang seservix
-    Konsistensi
-    Posisi
-    Turunya kepala (dari spina isiadik )
-    Turunya kepala (denag pulsasi abnormal menurut sistem perlimaan)

Tertutup
> 4
kenyal
posterior
-3
4/5
1-2
3-4
rata-rata
tengah
-2
3/5
3-4
1-2
lunak
anterior
-1
2/5
>5
< 1
-
-
+1+2
1/5














BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN

1.       PENGKAJIAN
Dokumentasi pengkajian merupakan catatan hasil pengkajian yang dilaksanakan untuk mengumpulkan informasi dari pasien, membuat data dasar  tentang klien dan membuat catatan tentang respon kesehatan klien ( A.Aziz Alimul h, 2000 )
a.       Identitas atau biodata klien
Meliputi, nama, umur, agama, jenis kelamin, alamat, suku bangsa, status perkawinan, pekerjaan, pendidikan, tanggal masuk rumah sakit nomor register  , dan diagnosa keperawatan.
b.       Keluhan utam
c.       Riwayat kesehatan
-          riwayat kesehatan dahulu
penyakit kronis atau menular dan menurun sepoerti jantung, hipertensi, DM, TBC, hepatitis, penyakit kelamin atau abortus.
-          Riwayat kesehatan sekarang
Riwayat pada saat sebelun inpartu di dapatka cairan ketuban yang keluar pervaginan secara sepontan kemudian tidak di ikuti tanda-tanda persalinan.
-          Riwayat kesehatan keluarga
Adakah penyakit keturunan dalam keluarga seperti jantung, DM, HT, TBC, penyakit kelamin, abortus, yang mungkin penyakit tersebut diturunkan kepada klien ( Depkes RI, 1993:66)
-          Riwayat psikososial
Riwayat klien nifas  biasanya cemas bagaimana cara merawat bayinya, berat badan yang semakin meningkat dan membuat harga diri rendah.
d.      Pola-pola fungsi kesehatan
-          pola persepsi dan tata leksana hidup sehat
karena kurangnya pengetahuan klien tentang ketuban pecah dini, dan cara pencegahan, penanganan, dan perawatan serta kurangnya mrnjaga kebersihan tubuhnya akan menimbulkan masalah dalam perawatan dirinya
-          Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien nifas biasanaya terjadi peningkatan nafsu makan karena dari keinginan untuk menyusui bayinya.
-          Pola aktifitas
Pada pasien pos partum klien dapat melakukan aktivitas seperti biasanya, terbatas pada aktifitas ringan, tidak membutuhkan tenaga banyak, cepat lelah, pada klien nifas didapatkan keterbatasan aktivitas karena mengalami kelemahan dan nyeri.
-          Pola eleminasi
Pada pasien pos partum sering terjadi adanya perasaan sering /susah kencing selama masa nifas yang ditimbulkan karena terjadinya odema dari trigono, yang menimbulkan inveksi dari uretra sehingga sering terjadi konstipasi karena penderita takut untuk melakukan BAB.
-          Pla istirahat dan tidur
Pada klien nifas terjadi perubagan pada pola istirahat dan tidur karena adanya kehadiran sang bayi dan nyeri epis setelah persalinan
-          Pola hubungan dan peran
Peran klien dalam keluarga meliputi hubungan klien dengan keluarga dan orang lain.
-          Pola penagulangan sters
Biasanya klien sering melamun dan merasa cemas
-          Pola sensori dan kognitif
Pola sensori klien merasakan nyeri pada prineum akibat luka janhitan dan nyeri perut akibat involusi uteri, pada pola kognitif klien nifas primipara terjadi kurangnya pengetahuan merawat bayinya
-          Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan kehamilanya, lebih-lebih menjelang persalinan dampak psikologis klien terjadi  perubahan konsep diri antara lain dan body image dan ideal diri
-          Pola reproduksi dan sosial
Terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan dalam hubungan seksual atau fungsi dari seksual yang tidak adekuat karena adanya proses persalinan dan nifas ( Sharon J. Reeder, 1997:285)
-          Pola tata nilai dan kepercayaan
Biasanya pada saat menjelang persalinan dan sesudah persalinan klien akan terganggu dalam hal ibadahnya karena harus bedres total setelah  partus sehingga aktifitas klien dibantu oleh keluarganya.
e.       Pemeriksaan fisik
-          kepala
bagaimana bentuk kepala, kebersihan kepala, kadang-kadang terdapat adanya cloasma gravidarum, dan apakah ada benjolan
-          Leher
Kadang-kadang ditemukan adanya penbesaran kelenjar tioroid, karena adanya proses menerang yang salah
-          Mata
Terkadang adanya pembengkakan paka kelopak mata, konjungtiva, dan kadang-kadang keadaan selaput mata pucat (anemia) karena proses persalinan yang mengalami perdarahan, sklera kunuing
-          Telinga
Biasanya bentuk telingga simetris atau tidak, bagaimana kebersihanya, adakah cairan yang keluar dari telinga.
-          Hidung
Adanya polip atau tidak dan apabila pada pos partum kadang-kadang ditemukan pernapasan cuping hidung
-          Dada
Terdapat adanya pembesaran payu dara, adanya hiper pigmentasi areola mamae dan papila mamae
-          Pada klien nifas abdomen kendor kadang-kadang striae masih terasa nyeri. Fundus uteri 3 jari dibawa pusat.
-          Genitaliua
Pengeluaran darah campur lendir, pengeluaran air ketuban, bila terdapat pengeluaran mekomium yaitu feses yang dibentuk anak dalam kandungan menandakan adanya kelainan letak anak.( cristina ibrahim, 1993: 50)
-          Anus
Kadang-kadang pada klien nifas ada luka pada anus karena ruptur
-          Ekstermitas
Pemeriksaan odema untuk mrlihat kelainan-kelainan karena membesarnya uterus, karenan preeklamsia atau karena penyakit jantung atau ginjal.
-          Muskulis skeletal
Pada klien post partum biasanya terjadi keterbatasan gerak karena adanya luka episiotomi
-          Tanda-tanda vital
Apabila terjadi perdarahan pada pos partum tekanan darah turun, nadi cepat, pernafasan meningkat, suhu tubuh turun.

2.       DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan merupakan pernyataan yang jelas tentang masalah kesehatan klien yang dapat diatasi dengan tindakan keperawatan yang ditetapkan berdasarkan analisa dan intervensi

3.       RENCANA KEPERAWATAN
Perencanaan merupakan tahap kedua dalam menyusun masalah keperawatan yang dilaksanakan setelah pengumpulan data, menganalisa dan menetapkan diagnosa  keperawatan dan menentukan pendekatan apa yang digunakan untuk memecahkan masalah penderita atau mengurangiu masalah

4.       PELAKSANAAN
Pada tahap ini dilakukan pelaksanaan dari perencanaan keperawatan yang telah dilakukan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan pasien secara optimal.pelaksanaan adalah mengelola dan mewujudkan dari rencana keperawatan meliputi tindakan yang direncanakan oleh perawat, melaksanakan anjuran dokter dan ketentuan rumah sakit.

5.       EVALUASI
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang menyediakan nilai informasi mengenai pengaruh intervensi yang telah direncanakan dan merupakan perbandingan dari hasil yang diamati dengan kriteria hasil. (A.Aziz alimul H, 2001)

asuhan keperawatan Asma


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.    PENGERTIAN
Asma adalah suatu gangguan yang komplek dari bronkial yang dikarakteristikan oleh periode bronkospasme (kontraksi spasme yang lama pada jalan nafas). (Polaski : 1996).
Asma adalah gangguan pada jalan nafas bronkial yang dikateristikan dengan bronkospasme yang reversibel. (Joyce M. Black : 1996).
Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan bronkhi berespon secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu. (Smelzer Suzanne : 2001).
Dari ketiga pendapat tersebut dapat diketahui bahwa asma adalah suatu penyakit gangguan jalan nafas obstruktif intermiten yang bersifat reversibel, ditandai dengan adanya periode bronkospasme, peningkatan respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan yang menyebabkan penyempitan jalan nafas.

B.     ETIOLOGI
Menurut (Price, S 1995)Asma adalah suatu obstruktif jalan nafas yang reversibel yang disebabkan oleh :
1)      Kontraksi otot di sekitar bronkus sehingga terjadi penyempitan jalan nafas.
2)      Pembengkakan membran bronkus.
3)      Terisinya bronkus oleh mukus yang kental.

airway-penderita-asma
C.    PATHOFISIOLOGI
Proses perjalanan penyakit asma dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu alergi dan psikologis, kedua faktor tersebut dapat meningkatkan terjadinya kontraksi otot-otot polos, meningkatnya sekret abnormal mukus pada bronkiolus dan adanya kontraksi pada trakea serta meningkatnya produksi mukus jalan nafas, sehingga terjadi penyempitan pada jalan nafas dan penumpukan udara di terminal oleh berbagai macam sebab maka akan menimbulkan gangguan seperti gangguan ventilasi (hipoventilasi), distribusi ventilasi yang tidak merata dengan sirkulasi darah paru, gangguan difusi gas di tingkat alveoli.
Tiga kategori asma alergi (asma ekstrinsik) ditemukan pada klien dewasa yaitu yang disebabkan alergi tertentu, selain itu terdapat pula adanya riwayat penyakit atopik seperti eksim, dermatitis, demam tinggi dan klien dengan riwayat asma. Sebaliknya pada klien dengan asma intrinsik (idiopatik) sering ditemukan adanya faktor-faktor pencetus yang tidak jelas, faktor yang spesifik seperti flu, latihan fisik, dan emosi (stress) dapat memacu serangan asma.
















PATHWAY

Alergi              Psikologis


 



Kontraksi otot polos               Peningkatan secret pada bronkiolus


 



Asma               kurang informasi         kurang pengetahuan


 


Peningkatan secret                  Menyempitnya jalan nafas






 


Menumpuknya secret              Penumpukan udara di alveoli







 


Tidak efektif                          hipoventilasi                ggg.sirkulasi darah paru
bersihan jalan  nafas

                                                Penurunan ekspansi paru                     sesak bertambah







 


Ggg. Difusi gas                       kelemahan    status asmatikus
                                    fisik


 
Tidak efektif                                                  kesulitan
makan
Pola nafas                              intoleransi     
Aktivitas
Intake tidak adekuat
                       
                       
                                    Ggg. Nutrisi








                                                         
D.    MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi klinik pada pasien asma adalah batuk, dyspnoe, dan wheezing.
Pada sebagian penderita disertai dengan rasa
nyeri dada, pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis, sedangkan waktu serangan tampak penderita bernafas cepat, dalam, gelisah, duduk dengan tangan menyanggah ke depan serta tampak otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan keras.
Ada beberapa tingkatan penderita asma yaitu :
1) Tingkat I :
a)      Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan fungsi paru.
b)      Timbul bila ada faktor pencetus baik didapat alamiah maupun dengan test provokasi bronkial di laboratorium.
2) Tingkat II :
a)      Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru menunjukkan adanya tanda-tanda obstruksi jalan nafas.
b)      Banyak dijumpai pada klien setelah sembuh serangan.
3) Tingkat III :
a)      Tanpa keluhan.
b)      Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.
c)      Penderita sudah sembuh dan bila obat tidak diteruskan mudah diserang kembali.
4) Tingkat IV :
a)      Klien mengeluh batuk, sesak nafas dan nafas berbunyi wheezing.
b)      Pemeriksaan fisik dan fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi jalan nafas.
5) Tingkat V :
a)      Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa serangan asma akut yang berat bersifat refrator sementara terhadap pengobatan yang lazim dipakai.
b)      Asma pada dasarnya merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel.
Pada asma yang berat dapat timbul gejala seperti : Kontraksi otot-otot pernafasan, sianosis, gangguan kesadaran, penderita tampak letih, takikardi.

E.     KLASIFIKASI
Asma dibagi atas dua kategori, yaitu ekstrinsik atau alergi yang disebabkan oleh alergi seperti debu, binatang, makanan, asap (rokok) dan obat-obatan. Klien dengan asma alergi biasanya mempunyai riwayat keluarga dengan alergi dan riwayat alergi rhinitis, sedangkan non alergi tidak berhubungan secara spesifik dengan alergen.
Faktor-faktor seperti udara dingin, infeksi saluran pernafasan, latihan fisik, emosi dan lingkungan dengan polusi dapat menyebabkan atau sebagai pencetus terjadinya serangan asma. Jika serangan non alergi asma menjadi lebih berat dan sering dapat menjadi bronkhitis kronik dan emfisema, selain alergi juga dapat terjadi asma campuran yaitu alergi dan non alergi.

F.     KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada klien dengan asma adalah :
1.      pneumotoraks
2.      atelektasis
3.      gagal nafas
4.      bronkhitis
5.      fraktur iga.

G.    PENATALAKSANAAN
Prinsip umum dalam pengobatan pada asma bronhiale :
a.       Menghilangkan obstruksi jalan nafas
b.      Mengenal dan menghindari faktor yang dapat menimbulkan serangan asma.
c.       Memberi penerangan kepada penderita atau keluarga dalam cara pengobatan maupun penjelasan penyakit.


Penatalaksanaan asma dapat dibagi atas :
a. Pengobatan dengan obat-obatan Seperti :
1)      Beta agonist (beta adrenergik agent)
2)      Methylxanlines (enphy bronkodilator)
3)      Anti kolinergik (bronkodilator)
4)      Kortikosteroid
5)      Mast cell inhibitor (lewat inhalasi)
b. Tindakan yang spesifik tergantung dari penyakitnya, misalnya :
1)      Oksigen 4-6 liter/menit.
2)      Agonis B2 (salbutamol 5 mg atau veneteror 2,5 mg atau terbutalin 10 mg) inhalasi nabulezer dan pemberiannya dapat di ulang setiap 30 menit-1 jam. Pemberian agonis B2 mg atau terbutalin 0,25 mg dalam larutan dextrose 5% diberikan perlahan.
3)      Aminofilin bolus IV 5-6 mg/kg BB, jika sudah menggunakan obat ini dalam 12 jam.
4)      Kortikosteroid hidrokortison 100-200 mg itu jika tidak ada respon segera atau klien sedang menggunakan steroid oral atau dalam serangan sangat berat.

H.    PEMERIKSAAN PENUNJANG
Beberapa pemeriksaan penunjang seperti :
a.       Spirometri : Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.
b.      Tes provokasi :
1)      Untuk menunjang adanya hiperaktifitas bronkus.
2)      Tes provokasi dilakukan bila tidak dilakukan lewat tes spirometri.
3)      Tes provokasi bronkial seperti : Tes provokasi histamin, metakolin, alergen, kegiatan jasmani, hiperventilasi dengan udara dingin dan inhalasi dengan aqua destilata.
4)      Tes kulit : Untuk menunjukkan adanya anti bodi Ig E yang spesifik dalam tubuh.
c.       Pemeriksaan kadar Ig E total dengan Ig E spesifik dalam serum.
d.      Pemeriksaan radiologi umumnya rontgen foto dada normal.
e.       Analisa gas darah dilakukan pada asma berat.
f.       Pemeriksaan eosinofil total dalam darah.
g.      Pemeriksaan sputum.




























BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A.    PENGKAJIAN
a. Identitas klien
1)      Riwayat kesehatan masa lalu : riwayat keturunan, alergi debu, udara dingin
2)      riwayat kesehatan sekarang : keluhan sesak napas, keringat dingin.
3)      Status mental : lemas, takut, gelisah
4)      Pernapasan : perubahan frekuensi, kedalaman pernafasan.
5)      Gastro intestinal : adanya mual, muntah.
6)      Pola aktivitas : kelemahan tubuh, cepat lelah
b. Pemeriksaan fisik
Dada
1)      Contour, Confek, tidak ada defresi sternum
2)      Diameter antero posterior lebih besar dari diameter transversal
3)      Keabnormalan struktur Thorax
4)      Contour dada simetris
5)      Kulit Thorax ; Hangat, kering, pucat atau tidak, distribusi warna merata
6)      RR dan ritme selama satu menit.
Palpasi :
1)      Temperatur kulit
2)      Premitus : fibrasi dada
3)      Pengembangan dada
4)      Krepitasi
5)      Massa
6)      Edema
Auskultasi
1)      Vesikuler
2)      Broncho vesikuler
3)      Hyper ventilasi
4)      Rochi
5)      Wheezing
6)      Lokasi dan perubahan suara napas serta kapan saat terjadinya.
c. Pemeriksaan penunjang
a.       Spirometri : Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.
b.      Tes provokasi :
·         Untuk menunjang adanya hiperaktifitas bronkus.
·         Tes provokasi dilakukan bila tidak dilakukan lewat tes spirometri.
·         Tes provokasi bronkial seperti : Tes provokasi histamin, metakolin, alergen, kegiatan jasmani, hiperventilasi dengan udara dingin dan inhalasi dengan aqua destilata.
·         Tes kulit : Untuk menunjukkan adanya anti bodi Ig E yang spesifik dalam tubuh.
c.       Pemeriksaan kadar Ig E total dengan Ig E spesifik dalam serum.
d.      Pemeriksaan radiologi umumnya rontgen foto dada normal.
e.       Analisa gas darah dilakukan pada asma berat.
f.       Pemeriksaan eosinofil total dalam darah.
g.      Pemeriksaan sputum

B.     DIAGNOSA
1.      Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi mukus.
2.      Tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru.
3.      Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.
4.      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
5.      Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakitnya berhubungan dengan kurangnya informasi





C.    RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
Diagnosa 1 :
Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi mukus.
Tujuan :
Jalan nafas kembali efektif.
Kriteria hasil :
Sesak berkurang, batuk berkurang, klien dapat mengeluarkan sputum, wheezing berkurang/hilang, vital dalam batas normal keadaan umum baik.
Intervensi :
a. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, misalnya : wheezing, ronkhi.
Rasional : Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas. Bunyi nafas redup dengan ekspirasi mengi (empysema), tak ada fungsi nafas (asma berat).
b. Kaji / pantau frekuensi pernafasan catat rasio inspirasi dan ekspirasi.
Rasional : Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan selama strest/adanya proses infeksi akut. Pernafasan dapat melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang dibanding inspirasi.
c. Kaji pasien untuk posisi yang aman, misalnya : peninggian kepala tidak duduk pada sandaran.
Rasional : Peninggian kepala tidak mempermudah fungsi pernafasan dengan menggunakan gravitasi.
d. Observasi karakteristik batuk, menetap, batuk pendek, basah. Bantu tindakan untuk keefektipan memperbaiki upaya batuk.
Rasional : batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya pada klien lansia, sakit akut/kelemahan.
e. Berikan air hangat.
Rasional : penggunaan cairan hangat dapat menurunkan spasme bronkus.
f. Kolaborasi obat sesuai indikasi.
Rasional : Membebaskan spasme jalan nafas, mengi dan produksi mukosa.

Diagnosa 2 :
Tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru.
Tujuan :
Pola nafas kembali efektif.
Kriteria hasil :
Pola nafas efektif, bunyi nafas normal atau bersih, TTV dalam batas normal, batuk berkurang, ekspansi paru mengembang.
Intervensi :
1. Kaji frekuensi kedalaman pernafasan dan ekspansi dada. Catat upaya pernafasan termasuk penggunaan otot bantu pernafasan / pelebaran nasal.
Rasional : kecepatan biasanya mencapai kedalaman pernafasan bervariasi tergantung derajat gagal nafas. Expansi dada terbatas yang berhubungan dengan atelektasis dan atau nyeri dada
2. Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas seperti krekels, wheezing.
Rasional : ronki dan wheezing menyertai obstruksi jalan nafas / kegagalan pernafasan.
3. Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi.
Rasional : duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan pernafasan.
4. Observasi pola batuk dan karakter sekret.
Rasional : Kongesti alveolar mengakibatkan batuk sering/iritasi.
5. Dorong/bantu pasien dalam nafas dan latihan batuk.
Rasional : dapat meningkatkan/banyaknya sputum dimana gangguan ventilasi dan ditambah ketidak nyaman upaya bernafas.
  1. Kolaborasi
Rasional : memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas, memberikan kelembaban pada membran mukosa dan membantu pengenceran sekret.



Diagnosa 3 :
Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.
Tujuan :
Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi.
Kriteria hasil :
Keadaan umum baik, mukosa bibir lembab, nafsu makan baik, tekstur kulit baik, klien menghabiskan porsi makan yang disediakan, bising usus 6-12 kali/menit, berat badan dalam batas normal.
Intervensi :
1. Kaji status nutrisi klien (tekstur kulit, rambut, konjungtiva).
Rasional : menentukan dan membantu dalam intervensi selanjutnya.
2. Jelaskan pada klien tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh.
Rasional : peningkatan pengetahuan klien dapat menaikan partisipasi bagi klien dalam asuhan keperawatan.
3. Timbang berat badan dan tinggi badan.
Rasional : Penurunan berat badan yang signifikan merupakan indikator kurangnya nutrisi.
4. Anjurkan klien minum air hangat saat makan.
Rasional : air hangat dapat mengurangi mual.
5. Anjurkan klien makan sedikit-sedikit tapi sering
Rasional : memenuhi kebutuhan nutrisi klien.
6. Kolaborasi
Rasional : menentukan kalori individu dan kebutuhan nutrisi dalam pembatasan.







Diagnosa 4 :
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
Tujuan :
Klien dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri.
Kriteria hasil :
KU klien baik, badan tidak lemas, klien dapat beraktivitas secara mandiri, kekuatan otot terasa pada skala sedang
Intervensi :
1. Evaluasi respons pasien terhadap aktivitas. Catat laporan dyspnea peningkatan kelemahan/kelelahan dan perubahan tanda vital selama dan setelah aktivitas.
Rasional : menetapkan kebutuhan/kemampuan pasien dan memudahkan pilihan intervensi.
2. Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya keseimbangan aktivitas dan istirahat.
Rasional : Tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk menurunkan kebutuhan metabolik, menghemat energi untuk penyembuhan.
3. Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat dan atau tidur.
Rasional : pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi atau menunduk kedepan meja atau bantal.
4. Bantu aktivitas keperawatan diri yang diperlukan. Berikan kemajuan peningkatan aktivitas selama fase penyembuhan.
Rasional :meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
5. Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai indikasi.
Rasional : menurunkan stress dan rangsangan berlebihan meningkatkan istirahat.





Diagnosa 5 :
Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakitnya berhubungan dengan kurangnya informasi
Tujuan :
Pengetahuan klien tentang proses penyakit menjadi bertambah.
Kriteria hasil :
Mencari tentang proses penyakit :
-          Klien mengerti tentang definisi asma
-          Klien mengerti tentang penyebab dan pencegahan dari asma
-          Klien mengerti komplikasi dari asma
Intervensi :
1. Diskusikan aspek ketidak nyamanan dari penyakit, lamanya penyembuhan, dan harapan kesembuhan.
Rasional : informasi dapat manaikkan koping dan membantu menurunkan ansietas dan masalah berlebihan.
2. Berikan informasi dalam bentuk tertulis dan verbal.
Rasional : kelemahan dan depresi dapat mempengaruhi kemampuan untuk mangasimilasi informasi atau mengikuti program medik.
3. Tekankan pentingnya melanjutkan batuk efektif atau latihan pernafasan.
Rasional : selama awal 6-8 minggu setelah pulang, pasien beresiko besar untuk kambuh dari penyakitnya.
4. Identifikasi tanda atau gejala yang memerlukan pelaporan pemberi perawatan kesehatan.
Rasional : upaya evaluasi dan intervensi tepat waktu dapat mencegah meminimalkan komplikasi.
5. Buat langkah untuk meningkatkan kesehatan umum dan kesejahteraan, misalnya : istirahat dan aktivitas seimbang, diet baik.
Rasional : menaikan pertahanan alamiah atau imunitas, membatasi terpajan pada patogen.


D.    EVALUASI
a.       Jalan nafas kembali efektif.
b.      Pola nafas kembali efektif.
c.       Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi.
d.      Klien dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri.
e.       Pengetahuan klien tentang proses penyakit menjadi bertambah

























BAB IV
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Asma adalah suatu gangguan yang komplek dari bronkial yang dikarakteristikan oleh periode bronkospasme (kontraksi spasme yang lama pada jalan nafas). (Polaski : 1996).
Asma adalah suatu penyakit gangguan jalan nafas obstruktif intermiten yang bersifat reversibel, ditandai dengan adanya periode bronkospasme, peningkatan respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan yang menyebabkan penyempitan jalan nafas.
Etiologi asma adalah Kontraksi otot di sekitar bronkus sehingga terjadi penyempitan jalan nafas, Pembengkakan membran bronkus, Terisinya bronkus oleh mukus yang kental.

B.     SARAN
Penulis menyadari bahwa makalah yang di buat ini masih jauh dari kata sempurna. Maka dari itu kami selaku penyusun mengharapkan saran serta kritik dari pembaca guna untuk perbaikan makalah di masa yang akan datang. Semoga dengan di buatnya makalah ini dapat membarikan wawasan tentang Asma.











DAFTAR PUSTAKA

Arif Mansyoer(1999). Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga. Jilid I. Media    Acsulapius. FKUI. Jakarta.
Brunner & Suddart (2002) “Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah”, Jakarta : AGC.
Doenges, M. E., Moorhouse, M. F. & Geissler, A. C. (2000) “Rencana Asuhan Keperawatan”, Jakarta : EGC.
Price, S & Wilson, L. M. (1995) “Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit”, Jakarta : EGC.
Reeves, C. J., Roux, G & Lockhart, R. (1999) “Keperawatan Medikal Bedah”, Buku Satu, Jakarta : Salemba Medika.
Sundaru, H. (1995) “Asma ; Apa dan Bagaimana Pengobatannya”, Jakarta : FK UI.
Tucker, SM(1998). Standar Perawatan Pasien. Jakarta. EGC.