BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
FRAKTUR
A.
DEFINISI
Fraktur
adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. Fraktur
terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari pada yang dapat
diabsorpsinya. Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk,
gerakan puntir mendadak dan bahkan kontraksi otot ekstrem. Meskipun tulang
patah , jaringan di sekitarnya juga akan terpengaruh mengakibatkan edema
jaringang lunak, perdarahan ke otot dan sendi, dislokasi sendi, ruptur tendo,
kerusakan saraf dan kerusakan pembuluh darah. Organ tubuh dapat mengalami
cedera akibat gaya yang disebabkan oleh fraktur atau akibat fragmen tulang
(Burner at all, 2002).
Fraktur
adalah patahnya kontinuitas tulang yang terjadi ketika tulang tidak mampu lagi
menahan tekanan yang diberikan kepadanya (Donna L. Wong, 2004
B. ETIOLOGI
1.
Trauma
a.
Langsung (kecelakaan lalulintas)
b.Tidak langsung (jatuh dari ketinggian dengan posisi berdiri/duduk sehingga
terjadi fraktur tulang belakang )
2.
Patologis : Metastase dari
tulang
3.
Degenerasi
4.
Spontan : Terjadi tarikan otot
yang sangat kuat..
C. KLASIFIKASI FRAKTUR
1. Menurut jumlah garis fraktur :
a.
Simple fraktur (terdapat satu
garis fraktur)
b.
Multiple fraktur (terdapat lebih
dari satu garis fraktur)
c.
Comminutive fraktur (banyak
garis fraktur/fragmen kecil yang lepas)
2. Menurut luas garis fraktur :
a.
Fraktur inkomplit (tulang tidak
terpotong secara langsung)
b. Fraktur komplit (tulang terpotong secara
total)
c.
Hair line fraktur (garis
fraktur hampir tidak tampak sehingga tidak ada perubahan bentuk tulang)
3. Menurut bentuk
fragmen :
a.
Fraktur transversal (bentuk
fragmen melintang)
b.
Fraktur obligue (bentuk fragmen
miring)
c.
Fraktur spiral (bentuk fragmen melingkar)
4.Menurut hubungan antara fragmen dengan
dunia luar :
a.
Fraktur terbuka (fragmen tulang
menembus kulit), terbagi 3 :
1).Pecahan tulang menembus kulit, kerusakan jaringan sedikit, kontaminasi
ringan, luka <1 cm.
2). Kerusakan jaringan sedang, resiko infeksi lebih besar, luka >1 cm.
3).Luka besar sampai ± 8 cm, kehancuran otot, kerusakan neurovaskuler,kontaminasi besar.
2). Kerusakan jaringan sedang, resiko infeksi lebih besar, luka >1 cm.
3).Luka besar sampai ± 8 cm, kehancuran otot, kerusakan neurovaskuler,kontaminasi besar.
b.
Fraktur tertutup (fragmen
tulang tidak berhubungan
dengan dunia luar)
D. PATOFISIOLOGI
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekeuatan dan gaya pegas untuk
menahan tekanan (Apley, A. Graham, 1993). Tapi apabila tekanan eksternal yang
datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada
tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang
(Carpnito, Lynda Juall, 1995). Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh
darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus
tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah
hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian
tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya
respon inflamasi yang ditandai denagn vasodilatasi, eksudasi plasma dan
leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar
dari proses penyembuhan tulang nantinya (Black, J.M, et al, 1993).
Faktor-faktor
yang mempengaruhi fraktur
a.
Faktor
Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap
besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur.
b.
Faktor
Intrinsik
Beberapa sifat
yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk timbulnya fraktur
seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas, kelelahan, dan kepadatan
atau kekerasan tulang.
( Ignatavicius, Donna D, 1995 )
( Ignatavicius, Donna D, 1995 )
Biologi penyembuhan tulang
Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain. Fraktur
merangsang tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk
tulang baru diantara ujung patahan tulang. Tulang baru dibentuk oleh aktivitas
sel-sel tulang. Ada lima stadium penyembuhan tulang, yaitu:
1.
Stadium
Satu-Pembentukan Hematoma
Pembuluh darah robek
dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur. Sel-sel darah membentuk fibrin
guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat tumbuhnya kapiler baru dan
fibroblast. Stadium ini berlangsung 24 – 48 jam dan perdarahan berhenti sama
sekali.
2.
Stadium
Dua-Proliferasi Seluler
Pada stadium
initerjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago yang
berasal dari periosteum,`endosteum,dan bone marrow yang telah mengalami trauma.
Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih
dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis.
Dalam beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen
tulang yang patah. Fase ini
berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai, tergantung frakturnya.
3.
Stadium
Tiga-Pembentukan Kallus
Sel–sel yang
berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik, bila diberikan
keadaan yang tepat, sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga kartilago.
Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai
berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati. Massa sel yang tebal
dengan tulang yang imatur dan kartilago, membentuk kallus atau bebat pada
permukaan endosteal dan periosteal. Sementara tulang yang imatur (anyaman tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4 minggu setelah fraktur menyatu.
permukaan endosteal dan periosteal. Sementara tulang yang imatur (anyaman tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4 minggu setelah fraktur menyatu.
4.
Stadium
Empat-Konsolidasi
Bila
aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang berubah menjadi
lamellar. Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos
melalui reruntuhan pada garis fraktur, dan tepat dibelakangnya osteoclast
mengisi celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru. Ini
adalah proses yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat
untuk membawa beban yang normal.
5.
Stadium
Lima-Remodelling
Fraktur telah
dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama beberapa bulan atau tahun,
pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan pembentukan tulang
yang terus-menerus. Lamellae yang lebih tebal diletidakkan pada tempat yang
tekanannya lebih tinggi, dinding yang tidak dikehendaki dibuang, rongga sumsum
dibentuk, dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan normalnya. (Black,
J.M, et al, 1993 dan Apley, A.Graham,1993)
E. PATHWAY
Trauma Patologis Degenerasi Spontan
Terputusnya
continuitas tulang
Deformitas Krepitasi Kehilangan Fungsi
Nyeri
Fraktur
G3 mobilitas
fisik
Pre operasi post operasi
F. Terbuka F.Tertutup Amputasi Pembidaian
Derajat I Derajat II Derajat II Hematoma Kehilangan Gips Traksi
Simple < 1cm Simple
>1cm Discontinuitas Anggota Tubuh T.kulit T.tulang
Dan bersih Dan
Kontaminasi Jaringan
Minim Bengkak Odema
Nyeri Perubahan Bentuk Tubuh
F. MANIFESTASI
KLINIS
Tanda-tanda
klasik fraktur
1. Nyeri
2. Deformitas
3. Krepitasi
4. Bengkak
5. Peningkatan temperatur lokal
6. Pergerakan abnormal
7. Echymosis
8. Kehilangan fungsi
9. Kemungkinan lain.
G.
KOMPLIKASI
1.
Umum
a. Shock
b. Kerusakan organ
c. Kerusakan saraf
d.
Emboli
lemak
2 D i n i :
a. Cedera arteri
b.
Cedera
kulit dan jaringan.
c.
Cedera
partement syndrom.
3.
Lanjut :
a. Stiffnes (kaku sendi)
b. Degenerasi sendi
c. Penyembuhan tulang terganggu
d. Mal union
e. Non union
f. Delayed union
g.
Cross
union
H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK:
Pemeriksaan diagnostik yang sering dilakukan pada
fraktur adalah:
1) X-ray:
- menentukan lokasi/luasnya fraktur
2) Scan tulang:
- memperlihatkan fraktur lebih jelas,
mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak
3) Arteriogram
- dilakukan untuk memastikan ada
tidaknya kerusakan vaskuler.
4) Hitung Darah Lengkap
- hemokonsentrasi mungkin meningkat,
menurun pada perdarahan; peningkatan
lekosit sebagai respon terhadap peradangan.
5) Kretinin
- trauma otot meningkatkan beban
kretinin untuk klirens ginjal
6) Profil koagulasi
- perubahan dapat terjadi pada
kehilangan darah, transfusi atau cedera hati.
I. PENATALAKSANAAN
1. Reduksi untuk memperbaiki
kesegarisan tulang (menarik)
2. Immobilisasi untuk
mempertahankan posisi reduksi, memfasilitasi union :
·
Eksternal→gips,
traksi
·
Internal→nail dan plate
3. Rehabilitasi, mengembalikan ke fungsi
semula
ASUHAN KEPERAWATAN
A.
PENGKAJIAN
a. Riwayat Keperawatan dan Pengkajian Fisik:
Gejala-gejala fraktur tergantung pada lokasi, berat dan jumlah kerusakan pada struktur lain. Berdasarkan klasifikasi Doenges dkk. (2000) riwayat keperawatan yang perlu dikaji adalah:
Gejala-gejala fraktur tergantung pada lokasi, berat dan jumlah kerusakan pada struktur lain. Berdasarkan klasifikasi Doenges dkk. (2000) riwayat keperawatan yang perlu dikaji adalah:
1.
Aktivitas/istirahat:
Gejala:
Keterbatasan/kehilangan fungsi pada bagian yang terkena (mungkin segera akibat langsung dari fraktur atau akibat sekunder pembengkakan jaringan dan nyeri.
Keterbatasan/kehilangan fungsi pada bagian yang terkena (mungkin segera akibat langsung dari fraktur atau akibat sekunder pembengkakan jaringan dan nyeri.
2.
Sirkulasi:
Tanda:
1) Peningkatan tekanan darah mungkin terjadi akibat
respon terhadap
nyeri/ansietas,
sebaliknya dapat terjadi penurunan tekanan darah bila
terjadi
perdarahan
2) Takikardia
3) Penurunan/tak ada denyut nadi pada bagian distal
area cedera, pengisian kapiler lambat, pucat pada area fraktur.
4) Hematoma area fraktur.
3.
Neurosensori:
Gejala:
Hilang
gerakan/sensasi
Kesemutan
(parestesia)
Tanda:
1) Deformitas lokal, angulasi abnormal,
pemendekan, rotasi, krepitasi,
spasme
otot, kelemahan/kehilangan fungsi.
2) Keterbatasan/kehilangan fungsi pada bagian yang
terkena (mungkin segera akibat langsung dari fraktur atau akibat sekunder
pembengkakan jaringan dan nyeri.
3) Agitasi (mungkin berhubungan dengan nyeri/ansietas
atau trauma lain.
4.
Nyeri/Kenyamanan:
Gejala:
Nyeri
hebat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi pada area fraktur, berkurang pada imobilisasi.
Spasme/kram
otot setelah imobilisasi.
5.
Keamanan:
Tanda:
1) Laserasi kulit, perdarahan
2) Pembengkakan lokal (dapat meningkat
bertahap atau tiba-tiba)
6.
Penyuluhan/Pembelajaran:
Imobilisasi
Bantuan aktivitas perawatan
diri
Prosedur terapi medis dan
keperawatan
B.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
- Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan discontinuitas jaringan.
- Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas dan nyeri saat mobilisasi
- Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit
- Gangguan bodi image berhubungan dengan deformitas dan perubahan bentuk tubuh.
C.
INTERVENSI
1. Gangguan
rasa nyaman nyeri berhubungan dengan discontinuitas jaringan..
Intervensi:
a. Kaji skala nyeri
b. Berikan posisi relaks pada pasien.
c. Ajarkan teknik distraksi dan
relaksasi.
d. Kolaborasi pemberian analgesic.
2 . Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas dan nyeri saat
mobilisasi.
Intervensi.
a. Kaji tingkat mobilisasi pasien.
b.
Berikan latihan ROM.
c.
Anjurkan penggunaan alat Bantu jika diperlukan.
d.
Pastikan dampak penyakitnya terhadap kebutuhan seksual.
3.
Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit.
Intervensi ;
a.
Bantu Px mengungkapkan rasa cemas atau takutnya
b.
Kaji pengetahuan Px tentangh prosedur yang akan dijalaninya.
c. Berikan
informasi yang benar tentang prosedur yang akan dijalani pasien
DISLOKASI
A.
PENGERTIAN
Dislokasi adalah
terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi. Dislokasi ini dapat
hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya seluruh komponen
tulang dari tempat yang seharusnya (dari mangkuk sendi). Seseorang yang tidak
dapat mengatupkan mulutnya kembali sehabis membuka mulutnya adalah karena sendi
rahangnya terlepas dari tempatnya. Dengan kata lain: sendi rahangnya telah
mengalami dislokasi.
Dislokasi yang
sering terjadi pada olahragawan adalah dislokasi sendi bahu dan sendi pinggul
(paha). Karena terpeleset
dari tempatnya, maka sendi itupun menjadi macet. Selain macet, juga terasa
nyeri. Sebuah sendi yang pernah mengalami dislokasi, ligamen-ligamennya
biasanya menjadi kendor. Akibatnya, sendi itu akan gampang dislokasi lagi.
B. KLASIFIKASI DISLOKASI
Dislokasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1.
Dislokasi congenital :
Terjadi
sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan.
2.
Dislokasi patologik :
Akibat
penyakit sendi dan atau jaringan sekitar sendi. misalnya tumor, infeksi, atau
osteoporosis tulang. Ini disebabkan oleh kekuatan tulang yang berkurang.
3. Dislokasi traumatic :
Kedaruratan
ortopedi (pasokan darah, susunan saraf rusak dan mengalami stress berat,
kematian jaringan akibat anoksia) akibat oedema (karena mengalami pengerasan).
Terjadi karena trauma yang kuat sehingga dapat mengeluarkan tulang dari
jaringan disekeilingnya dan mungkin juga merusak struktur sendi, ligamen,
syaraf, dan system vaskular. Kebanyakan terjadi pada orang dewasa. Berdasarkan
tipe kliniknya dibagi :
1) Dislokasi Akut
Umumnya terjadi pada
shoulder, elbow, dan hip. Disertai nyeri akut dan pembengkakan di sekitar
sendi.
2) Dislokasi Kronik
3) Dislokasi Berulang
Jika suatu trauma
Dislokasi pada sendi diikuti oleh frekuensi dislokasi yang berlanjut dengan
trauma yang minimal, maka disebut dislokasi berulang. Umumnya terjadi pada
shoulder joint dan patello femoral joint.
Dislokasi biasanya
sering dikaitkan dengan patah tulang / fraktur yang disebabkan oleh
berpindahnya ujung tulang yang patah oleh karena kuatnya trauma, tonus atau
kontraksi otot dan tarikan.
C. ETIOLOGI
Dislokasi disebabkan oleh :
1. Cedera olah raga
Olah raga yang biasanya menyebabkan
dislokasi adalah sepak bola dan hoki, serta olah raga yang beresiko jatuh
misalnya : terperosok akibat bermain ski, senam, volley. Pemain basket dan
pemain sepak bola paling sering mengalami dislokasi pada tangan dan jari-jari
karena secara tidak sengaja menangkap bola dari pemain lain.
2. Trauma yang tidak berhubungan dengan olah raga
Benturan keras pada sendi saat
kecelakaan motor biasanya menyebabkan dislokasi.
3. Terjatuh
Terjatuh dari tangga atau terjatuh
saat berdansa diatas lantai yang licin
4. Patologis :
terjadinya ‘tear’ligament dan kapsul
articuler yang merupakan
kompenen vital penghubung tulang
kompenen vital penghubung tulang
D. PATOFISIOLOGI
Dislokasi biasanya disebabkan oleh
jatuh pada tangan .Humerus terdorong kedepan ,merobek kapsul atau menyebabkan
tepi glenoid teravulsi.Kadang-kadang bagian posterolateral kaput hancur.Mesti
jarang prosesus akromium dapat mengungkit kaput ke bawah dan menimbulkan
luksasio erekta (dengan tangan mengarah ;lengan ini hampir selalu jatuh membawa
kaput ke posisi da bawah karakoid).
E. PATHWAY
Kecelakaan
Fraktur
Pre operasi post
operasi
f.terbuka dislokasi f.tertutup amputasi
pemb.darah robek spasme otot hematoma kehilangan
anggota tubuh
perdarahan Nyeri bengkak ggg.citra
tubuh
kurang pengetahuan ggg.mobilitas fisik
Ansietas
F. MANIFESTASI KLINIS
1.
Nyeri terasa
hebat
2.
Pasien
menyokong lengan itu dengan tangan sebelahnya
3.
segan
menerima pemeriksaan apa saja
4.
Garis gambar
lateral bahu dapat rata
5.
kalau pasien
tak terlalu berotot suatu tonjolan dapat diraba tepat di bawah klavikula.
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Dengan cara pemeriksaan Sinar –X (
pemeriksaan X-Rays ) pada bagian anteroposterior akan memperlihatkan bayangan
yang tumpah-tindih antara kaput humerus dan fossa Glenoid, Kaput biasanya
terletak di bawah dan medial terhadap terhadap mangkuk sendi.
H. KOMPLIKASI
Dini
1) Cedera saraf : saraf aksila dapat cedera ; pasien
tidak dapat mengkerutkan otot deltoid dan mungkin terdapat daerah kecil yang
mati rasa pada otot tesebut
2) Cedera pembuluh darah : Arteri aksilla dapat rusak
3) Fraktur disloksi
Komplikasi lanjut
1) Kekakuan sendi bahu:Immobilisasi yang lama dapat
mengakibatkan kekakuan sendi bahu, terutama pada pasien yang berumur 40
tahun.Terjadinya kehilangan rotasi lateral, yang secara otomatis membatasi
abduksi
2) Dislokasi yang berulang:terjadi kalau labrum
glenoid robek atau kapsul terlepas dari bagian depan leher glenoid
3) Kelemahan otot
I.PENATALAKSANAAN
1) Dislokasi reduksi: dikembalikan ketempat semula
dengan menggunakan anastesi jika dislokasi berat.
2) Kaput tulang yang mengalami dislokasi dimanipulasi
dan dikembalikan ke rongga sendi.
3) Sendi kemudian dimobilisasi dengan pembalut,
bidai, gips atau traksi dan dijaga agar tetap dalam posisi stabil.
4) Beberapa hari sampai minggu setelah reduksi
dilakukan mobilisasi halus 3-4X sehari yang berguna untuk mengembalikan kisaran
sendi
5) Memberikan kenyamanan dan melindungi sendi selama
masa penyembuhan.
J. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
1) Identitas dan keluhan utama
2) Riwayat penyakit lalu
3) Riwayat penyakit sekarang
4) Riwayat masa pertumbuhan
5) Pemeriksaan fisik terutama masalah persendian :
nyeri, deformitas, fungsiolesa misalnya: bahu tidak dapat endorotasi pada
dislokasi anterior bahu.
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan
discontinuitas jaringan
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas
dan nyeri saat mobilisasi
3. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan
tentang penyaki
4. Gangguan bodi image berhubungan dengan deformitas
dan perubahan bentuk tubuh.
INTERVENSI
Dx 1
1. Kaji skala nyeri
2. Berikan posisi relaks pada pasien
3. Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi
4. Kolaborasi pemberian analgesic
Dx 2
1. Kaji tingkat mobilisasi pasien
2. Berikan latihan ROM
3. Anjurkan penggunaan alat Bantu jika diperlukan
Dx. 3
1. Bantu Px mengungkapkan rasa cemas atau takutnya
2. Kaji pengetahuan Px tentangh prosedur yang akan
dijalaninya.
3. Berikan informasi yang benar tentang prosedur yang
akan dijalani pasien
Dx 4
1. Kaji konsep diri pasien
2. Kembangkan BHSP dengan pasien
3. Bantu pasien mengungkapkan masalahnya
4. Bantu pasien mengatasi masalahnya.
BAB IV
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Fraktur adalah patahnya kontinuitas
tulang yang terjadi ketika tulang tidak mampu lagi menahan tekanan yang
diberikan kepadanya (Donna L. Wong, 2004).Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan
tulang dari kesatuan sendi. Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja
yang bergeser atau terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat yang
seharusnya (dari mangkuk sendi). Seseorang yang tidak dapat mengatupkan
mulutnya kembali sehabis membuka mulutnya adalah karena sendi rahangnya
terlepas dari tempatnya. Dengan kata lain: sendi rahangnya telah mengalami
dislokasi
Fraktur dapat diklasifikasikan ; 1)
Terbuka dan Tertutup, 2) Komplit dan Inkomplit, 3) Complicated dan comminuted.Fraktur disebakan karena
trauma. Terdapat manifestasi klinis
serta komplikasi sebagai akibat fraktur.Pemeriksaan diagnostik pada fraktur
meliputi; Foto Rontgen, Pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan darah.Penatalaksanaan
terapetik meliputi ; Pengobatan dan Reduksi.Pengkajian pada fraktur meliputi ;
Riwayat fraktur, Muskuloskeletal, Neurologi, integumen, nadi, neuromuskular. Asuhan keperawatan ditujukan pada
penyelesaian masalah aktual maupun potensial pada anak dengan fraktur dan dislokasi.
B. SARAN
Penulis mengetahui bahwa makalah ini
jauh dari kata sempurna sehingga penulis mengharapkan saran atau kritik yang
membangun dari pembaca sehingga makalah ini bisa mendekati kata sempurna. Opini
dari para pembaca sangat berarti bagi kami guna evaluasi untuk menyempurnakan
makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Apley, A. Graham , Buku Ajar Ortopedi dan
Fraktur Sistem Apley, Widya Medika, Jakarta,
1995.
Black, J.M, et al, Luckman and Sorensen’s
Medikal Nursing : A Nursing Process Approach, 4 th Edition, W.B. Saunder
Company, 1995.
Carpenito (2000), Diagnosa
Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis, Ed. 6, EGC, Jakarta
Doenges at al
(2000), Rencana Asuhan Keperawatan, Ed.3, EGC, Jakarta
Dudley (1992), Ilmu Bedah
Gawat Darurat, Edisi 11, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Dunphy &
Botsford (1985), Pemeriksaan Fisik Bedah, Yayasan Essentia Medica, Jakarta.
Herman Santoso, dr., SpBO (2000), Diagnosis dan
Terapi Kelainan Sistem Muskuloskeletal, Diktat Kuliah PSIK, tidak
dipublikasikan.
thanks gan, infonya asuhan keperawatan fraktur, sangat membantu sekali
BalasHapusLuar biasa bagus penyusunan Askep Frakturnya yang disertai dengan daftar pustaka nya pula
BalasHapusDapus ad yg tdk di cntumkn pdahl di paragraf ada
BalasHapus