ASUHAN
KEPERAWATAN
ANAK DENGAN KEJANG DEMAM
1. KONSEP DASAR MEDIS
1.1 Definisi
1.1.1 Kejang demam adalah
bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh ( lebih dari 38 derajat
celsius ) yang disebabkan oleh proses ekstra kranial. ( Ngastiyah, 1997: 229 ).
1.1.2 Kejang demam adalah bangkitan kejang yang
terjadi pada saat suhu meningkat lebih dari 38,50C disebabkan oleh
proses ekstra kranial
( Arif Mansjoer, 1999 : 434)
1.1.3 Kejang demam adalah
suatu kejadian pada bayi atau anak yang biasanya terjadi antara umur 3 bulan
sampai 5 tahun berhubungan dengan demam tetapi tidak pernah terbukti adanya
infeksi intra kranial atau penyebab tertentu. (Consesnsus Statement On Febrile
Siezures, 1980 )
1.2 Klasifikasi Menurut Ngastiyah (Perawatan Anak Sakit,
1997 ; 231)
1.2.1 Kejang demam sederhana.
1.2.1.1 Umur 6 bulan sampai empat tahun.
1.2.1.2 Lama kejang tidak lebih dari 15 menit.
1.2.1.3 Kejang bersifat umum.
1.2.1.4 Kejang terjadi 16 jam pertama setelah
timbulnya demam.
1.2.1.5 EEG normal satu minggu setelah kejang.
1.2.1.6 Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah
kejang normal.
1.2.1.7 Frekuensi kejang bangkitan dalam satu tahun tidak
lebih dari empat kali.
1.2.2 Kejang demam Kompleks.
1.2.2.1 Lama kejang lebih dari 15 menit
1.2.2.2 Frekuensi kejang lebih dari satu kali
dalam 24 jam.
1.2.2.3 Anak mempunyai
kelainan neurologis atau riwayat kejang demam sebelumnya.
1.2.2.4 Frekuensi kejang bangkitan dalam satu tuhun
lebih dari Empat kali.
1.2.2 Epilepsi yang
diprovokasi oleh demam
Adalah semua kejang demam yang bukan kriteria
diatas.
1.3 Faktor Pencetus atau Resiko
1.3.1 Menurut Arif Mansjoer (Kapita Selekta kedokteran, 1999; 434)
1.3.1.1 Demam tinggi yang disebabkan infeksi saluran nafas atas, Pneumonia,
gastroenteritis dan infeksi saluran kemih.
1.3.1.2 Riwayat kejang demam pada orang tua atau
saudara kandung.
1.3.1.3 Perkembangan terlambat.
1.3.1.4 Problem pada masa neonatus.
1.3.1.5 Anak dalam perawatan khusus.
1.3.1.6 Anak dengan kadar Na rendah.
1.3.1.7 Riwayat keluarga dengan epilepsi.
1.3.2 Menurut Ngastiyah (Perawatan Anak Sakit, 1997 ; 230)
1.3.2.1 Riwayat kejang tanpa demam dalam keluarga.
1.3.2.2 Kelainan dalam
perkembangan atau kelainan saraf sebelum anak menderita kejang demam.
1.3.2.3 Kejang yang
berlangsung lama atau kejang fokal.
1.3.2.4 Anak dengan ambang
kejang rendah.
1.4 Pathofisiologi
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10 – 15 % dan kebutuhan O2 meningkat 20% sehingga
terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang
singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun natrium melalui membran tadi,
dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan ini begitu besar
hingga dapat meluas keseluruh sel maupun membran sel sekitarnya dengan bantuan
bahan yang disebut "neurotransmiter"dan terjadilah kejang.
(Ngastiyah,1997 ; 230 ).
1.5 Diagnosa Banding
Penyebab lain kejang yang disertai demam harus disingkirkan, khususnya
meningitis dan ensepalitis.
Anak dengan panas tinggi dapat timbul delirium, menggigil dan sianosis
sehinggga menyerupai kejang demam.
1.6 Prognosa
Tergantung Faktor :
1.6.1 Riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga.
1.6.2 Keluarga dengan kelainan saraf.
1.6.3 Kejang yang berlangsung lama atau kejang lokal.
Bila terdapat dua dari tiga faktor tersebut maka kemudian hari akan
mengalami serangan kejang demam sekitar 13 %.
1.7 Penatalaksanaan
1.7.1 Menurut Arif Mansjoer (Kapita selekta kedokteran, 1999; 436)
1.7.1.1 Pengobatan fase akut
1). Sering kali kejang berhenti dengan sendirinya, pada waktu kejang
pasien dimiringkan untuk mencegah aspirasi ludah dan muntahan.
2). Jalan nafas dibebaskan
agar oksigenasi terjamin.
3). Observasi tanda-tanda
vital dan fungsi jantung.
4). Suhu tubuh yang tinggi
dapat diturunkan dengan kompres air dingin dan pemberian antipiretik.
5) Pemberian obat untuk
menghentikan kejang secara cepat adalah dengan Diazepam yang diberikan secara
intravena atau intrarektal.
Dosis untuk pemberian intravena yaitu 0,3-0,5
mg/KgBB dengan kecepatan 1-2 mg/ menit dengan dosis maksimal 20 Mg.
Dosis untuk pemberian intrarektal yaitu 5 mg (BB
< 10 Kg) atau 10 mg (BB > 10 Kg), bila kejang tidak berhenti dapat
diulang selang lima menit kemudian.
1.7.1.2 Mencari dan mengobati penyebab
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk
menyingkirkan kemungkinan meningitis.
1.7.1.3 Pengobatan profilaksis
Ada dua cara pengobatan profilaksis yaitu :
pengobatan propilaksis intermiten dan pengobatan profilaksis terus menerus
dengan anti konvulsi setiap hari. :
1). Pengobatan profilaksis intermiten :
Dapat digunakan Diazepam dengan dosis 0,3-0,5
mg/KgBB/hari dibagi dalam tiga dosis saat pasien demam dengan cara intravena.
Dosis untuk intrarektal yaitu 5 mg (BB<10Kg)
dan 10 mg (BB>10Kg) setiap pasien menunjukkan peningkatan suhu diatas 38,50C.
2). Pengobatan propilaksis terus menerus.
Dapat digunakan Fenobarbital dengan dosis 4-5
mg/KgBB/hari dibagi dalam dua dosis.
1.7.2 Menurut Ngastiyah (Perawatan Anak Sakit,1997 ; 232)
1.7.2.1 Memberantas kejang secepat mungkin.
Obat pilihan utama adalah diazepam yang diberikan
secara intravena dengan dosis sesuai dengan berat badan yaitu : BB kurang dari
10 Kg 0,5-0,75 mg/KgBB/hari, dan diatas 20 Kg 0,5 mg/KgBB/hari.
1.7.2.2 Pengobatan penunjang.
1). Semua pakaian ketat dibuka.
2). Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah
aspirasi.
3). Bebaskan jalan nafas.
4). Berikan Oksigen dan lakukan section secara
teratur.
1.7.2.3 Memberikan pengobatan Rumat.
Setelah kejang dapat diatasi harus segera disusul
dengan pengobatan rumat dengan pemberian anti epileptik dengan jangka kerja
yang lebih lama, misalnya fenobarbital atau definil hidantoin.
1.7.2.4 Mencari dan
mengobati penyebab.
Secara akademis pasien
yang datang dengan kejang demam pertama kali sebaiknya dilakukan fungsi
lumbal,darah lengkap, gula darah, kalium, magnesium, kalsium, Natrium dan faal
hati.
2. KONSEP DASAR ASUHAN
KEPERAWATAN
2.1 Pengumpulan data
2.1.1 Identitas Klien
Umur biasanya enam bulan sampai empat tahun, jenis
kelamin laki-laki perempuan dengan perbandingan 2:1, Insiden tertinggi pada
anak umur dua tahun. (Ngastiyah, Perawatan Anak Sakit, 1997 ; 231)
2.1.2 Riwayat Kesehatan
2.1.2.1 Keluhan utama
Kejang karena panas.
2.1.2.2 Riwayat penyakit sekarang
1). Lama kejang kurang dari lima menit.
2). Kejang bersifat general.
3). Kejang terjadi dalam waktu 16 jam setelah
timbulnya demam.
4). Tidak ada kelainan neurologis baik klinis
maupun laboratorium.
2.1.2.3 Riwayat penyakit dahulu
Adanya faktor predisposisi terjadinya kejang demam
antara lain trauma kepala, Infeksi, dan reaksi terhadap imunisasi.(Saharso D,
1996: 43)
2.1.2.4 Riwayat penyakit keluarga
25-50 % kejang demam mempunyai faktor keturunan
adanya faktor keluarga yang menderita kejang demam, penyakit saraf atau
penyakit lainnya. (Saharso D, 1996 : 42)
2.1.2.5 Riwayat sebelumnya
1). Riwayat kehamilan :
penyakit yang diderita ibu, perdarahan
pervagina dan obat-obatan yang digunakan.
2). Riwayat Persalinan :
kelahiran spontan atau dengan tindakan, perdarahan antepartum, KPD, Aspixia.
(Saharso D, 1996 43)
2.1.2.6 Activity Daily Live
1). Makanan atau cairan
Pasien akan mengeluh sensitif terhadap makanan
yang merangsang aktivitas kejang, kerusakan gigi, adanya hiperplasi ginggiva
sebagai akibat efek samping dilantin.
2). Aktivitas dan Istirahat
Pasien mengeluh capek, lelah, kelemahan umum, pembatasan
aktivitas dan perubahan tonus otot.
3). Eleminasi
Incontinensia
Face Ictal : peningkatan tekanan blader dan tonus
springter.
Post ictal
: relaksasi otot.
4). Riwayat Psiko sosial
(1).Psiko
Anamnese tentang temperan anak, kemampuan kognitif
dan respon tentang kondisi sakit serta hospitalisasi.
(2).Sosial
Anamnesa terhadap status dan sumber ekonomi
keluarga, respon keluarga dan pola perawatan anak sehari-hari.
2.1.2.7 Pemeriksaan
1). Tanda-tanda vital
Kesadaran terjadi penurunan
Fase Ictal : Peningkatan nadi, respirasi, tekanan
darah dan Suhu.
Post ictal : V5 normal kadang depresi.
2). Pemeriksaan Fisik
(1). Kepala : Disporposi
bentuk kepala, kejang umum, tonik klonik dan sakit kepala.
(2). Mata : Dilatasi
Pupil, gerakan bola mata dan kelopak mata cepat, reflek cahaya turun dan
konjungtiva merah.
(3). Mulut : Produksi saliva berlebihan, vomiting
dan Cyanosis mukosa mulut.
(4). Hidung : Adanya pernafasan cuping hidung,
Cyanosis.
(5). Leher
: pada tetanus terjadi kaku kuduk.
(4). Dada
:
Fase ictal : Cyanosis, penurunan gerakan
pernafasan dan adanya tarikan intercostae.
Post ictal : Apnoe atau nafas dalam dan lambat.
(5). Abdomen
Fase Ictal : Peningkatan blader dan tonus otot
spingter.
Post ictal
: relaksasi otot dan hiperperistaltik.
(6). Ekstermitas
Fase Ictal : kejang pada
ekstremitas atas dan bawah dan cyanosis pada jari tangan dan kaki.
Post ictal
: relaksasi otot dan nyeri serta kelemahan pada otot.
3). Pemeriksaan Umum
(1). Elektrolit : Ketidakseimbangan elektrolit
merupakan predisposisi kejang.
(2). Glukosa :
Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang.
(3). BUN :
Peningkatan BUN merupakan potensi kejang.
(4). CBC :
Anemia Aplastik dapat terjadi sebagai efek samping pemberian obat-obatan.
(5). LP : untuk mendeteksi adanya tekanan abnormal
dan tanda infeksi.
(6). Skull X-ray : adanya desak ruang dan lesi.
(7). EEG
: Fokus aktivitas kejang.
(8). CT scan : mendeteksi lesi lokal serebral abses tumor
dengan atau tanpa kontras.
2.1.2.8 Diagnosa Keperawatan
1).Peningkatan suhu tubuh
sehubungan dengan adanya pirogen yang mengacaukan termostat, bertambahnya
rata-rata metabolisme dan penyakit dehidrasi.
2).Resiko
terjadinya ketidakefektifan bersihan jalan nafas sehubungan dengan kerusakan
neuromuskuler dan obstruksi trakeobroncial.
3).Kurang pengetahuan
keluarga sehubungan dengan mis interpretasi dan keterbatasan informasi.
4).Resiko terjadi injuri
atau trauma sehubungan dengan kelemahan, perubahan kesadaran.
5).Gangguan konsep diri
(harga diri rendah ) sehubungan dengan epilepsi dan persepsi yang salah dan
tidak terkendali.
2.1.2.9 Perencanaan
1).Diagnosa I
(1). Tujuan : Suhu tubuh normal.
(2). Kriteria hasil : Suhu
36,5 oC – 37,5 o C dan klien bebas dari demam.
(3). Rencana tindakan dan
Rasional
a. Observasi TTV Tiap empat jam
R/ TTV yang meningkat merupakan manifestasi akan
terjadinya kejang dan adanya komplikasi.
b. Berikan penjelasan pada keluarga tentang pemberian kompres.
R/ Kompres dingin dapat menurunkan suhu tubuh.
c. Berikan pakaian tipis yang dapat menyerap
keringat.
R/ Memudahkan terjadinya pelepasan panas ke udara.
d. Anjurkan klien untuk banyak minum.
R/ Mencegah timbulnya dehidrasi.
e. Laksanakan kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian antipiretik
dan antibiotik.
R/Antipiretik untuk menurunkan suhu tubuh dan
antibiotik untuk pengobatan infeksi.
2). Diagnosa II
(1). Tujuan :
mempertahankan efektivitas pola nafas dengan jalan nafas yang bersih dan
tercegah dari aspirasi.
(2). Kriteria hasil
RR normal 15-30 x permenit dan tidak ada retraksi
otot.
(3). Rencana tindakan dan Rasional
a.Letakkan pasien dalam posisi nyaman (semi
fowler).
R/ Membebaskan jalan nafas mencegah aspixia.
b.Longgarkan pakaian
terutama pada leher, dada dan perut.
R/ Memudahkan pernafasan.dan rasa nyaman.
c.Berikan Tong spatel pada mulut
R/ Mencegah trauma pada lidah.
d.Section jika perlu.
R/ Menghilangkan sekret dan mencegah terjadinya aspirasi serta
membersihkan jalan nafas dari sekret.
e.Berikan 02 Sesuai dengan kebutuhan.
R/ Mengatasi hipoksia.
3). Diagnosa III
(1).Tujuan : Secara verbal
klien dapat mengungkapkan stimulasi yang dapat meningkatkan kejang
(2). Kriteria hasil :
Klien dapat minum obat secara teratur.
(3). Rencana tindakan dan Rasional
a.Kaji pathologi dan prognosis terhadap kondisi
klien.
R/ Dapat menunjukkan dan menentukan tindakan yang
akan dilakukan.
b.Kaji pengobatan yang sudah dijalankan
R/ Mencegah terjadinya pertentangan efek obat.
c.Berikan makanan yang bergizi.
R/ Memulihkan kondisi dan keadan umum serta mencegah penurunan Berat
badan.
d.Diskusikan Efek obat.
R/ Mengetahui adanya tanda-tanda reaksi alergi dan mengetahui
perkembangan kondisi klien.
e. Jelaskan cara mencegah
Infeksi.
R/ Meningkatkan pengetahuan klien dan mencegah adanya komplikasi.
d.Segera turunkan panas jika terjadi kejang.
R/ Panas dapat menimbulkan kejang ulang.
f.Ajarkan pada keluarga
agar memberikan obat anti kejang dan anti piretik sesuai dengan aturan dari tim
medis.
R/ Mencegah salah penggunaan obat.
4). Diagnosa IV
(1). Tujuan : Secara
verbal klien dapat mengetahui faktor yang memungkinkan terjadinya trauma.
(2). Kriteria hasil :
Klien terbebas dari trauma saat kejang terjadi.
(3). Rencana tindakan dan Rasional
a.Jelaskan faktor predisposisi kejang
R/ Mencegah salah persepsi dan meningkatkan sikap kooperatif klien.
b.Jaga klien dari trauma
dengan memberikan pengaman pada sisi tempat tidur.
R/ Pengaman saat berguna mencegah trauma (jatuh)
saat terjadi kejang.
c.Jaga klien jika terjadi aura
R/ Mengetahui secara dini akan datangnya kejang
dan mencegah adanya trauma.
d.Tetap bersama klien saat fase kejang.
R/ dapat mencegah komplikasi sedini mungkin.
5). Diagnosa V
(1).Tujuan : Secara verbal
klien tidak mengalami mis intrepretasi dan tidak terjadi harga diri rendah
(2). Kriteria Hasil :
Klien dan keluarga dapat mengetahui secara benar
tentang prognosis, cara pengobatan dan penanganan kejang.
(3). Rencana tindakan dan Rasional
a.Berikan penjelasan
tentang penyakitnya, cara penanganan dan pencegahannya.
R/ Meningkatkan sikap kooperatif dan mencegah mis
intrepretasi.
b.Jelaskan cara menghindari faktor resiko.
R/ Dengan mengetahui faktor resiko klien dapat menghindari penyebab
kejang.
c.Jawab dan tampung semua
pertanyaan klien dan keluarga.
R/ Memenuhi keterbatasan informasi tentang kejang
demam.
DAFTAR PUSTAKA
Arif mansjoer (1999), KAPITA
SELEKTA KEDOKTERAN, Edisi II, Jilid I, Media Aeuculapius FKUI, Jakarta.
Linda jual Carpenito (1998), DIAGNOSA
KEPERAWATAN .EGC , Jakarta.
Marilyn E. Doengoes
(1999), RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN, Edisi III, EGC, Jakarta.
Ngastiyah (1997), PERAWATAN
ANAK SAKIT, EGC, Jakarta.
Pelatihan PPGD, RSUD. Dr.
Soetomo (1996), Surabaya.
Saharso D (1996), ILMU KESEHATAN ANAK, Edisi VI, Jilid II, EGC,
Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar