1. Definisi
Pneumonia ialah suatu radang paru yang disebabkan oleh
bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing yang
mengensi jaringan paru (alveoli). (DEPKES. 2006).
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru,
distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan
alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran
gas setempat. (Zuh Dahlan. 2006).
Pneumonia adalah suatu infeksi pada paru-paru, dimana
paru-paru terisi oleh cairan sehingga terjadi gangguan pernafasan.
(www.medicastore.com).
Pneumonia adalah infeksi akut jaringan (parenkim) paru yang
ditandai dengan demam, batuk dan sesak napas. Selain gambaran umum di atas,
Pneumonia dapat dikenali berdasarkan pedoman tanda-tanda klinis lainnya dan
pemeriksaan penunjang (Rontgen, Laboratorium). (Masmoki. 2007).
Daya tahan traktus respiratorius
Mekanisme daya tahan traktus respiratorius bagian bawah
sangat efisien untuk mencegah infeksi dan terdiri dari
a. Susunan anatomis rongga hidung
b. Jaringan limfoid di naso-oro-faring
c. Bulu getar yang meliputi sebagian besar epitel traktus
respiratorius dan sek¬ ret fiat yang dikeluarkan oleh set epitel tersebut.
d. Refleks batuk
e. Refleks epiglotis yang mencegah terjadinya aspirasi
sekret yang terinfeksi.
f. Drainase sistem limfatik dan fungsi menyaring kelenjar
limfe regional.
g. Fagositosis, aksi enzimatik dan respons imuno-humoral
terutama dari imu¬ noglobulin A (IgA).
Anak dengan daya tahan terganggu akan menderita pneumonia
berulang atau tidak mampu mengatasi penyakit ini dengan sempurna. Faktor lain
yang mem¬pengaruhi timbulnya pneumonia ialah daya tahan badan yang menurun,
misal¬nya akibat malnutrisi energi protein (MEP), penyakit menahun, faktor
iatrogen seperti trauma pada paru, anestesia, aspirasi, pengobatan dengan
antibiotika yang tidak sempurna.
2. Klasifikasi
Pembagian pneumonia tidak ada yang memuaskan. Pada umumnya
diadakan pembagian atas dasar anatomis dan etiologis.
Pembagian anatomis : (1) pneumonia lobaris, (2) pneumonia
lobularis (bron¬kopneumonia) dan (3) pneumonia interstitialis (bronkiolitis).
Pembagian etiologis : (1) bakteria : Diplococcus pneumoniae,
Pneumococcus, Streptococcus hemolyticus, Streptococcus aureus. Hemophilus
influenzae, Ba¬cillus Friedlander, Mycobacterium tuberculosis. (2) virus:
Respiratory syncytial virus, virus influenza, adenovirus, virus sitomegalik.
(3) Mycoplasma pneumo- ‘ niae (4)jamur : Histoplasma capsulatum, Cryptococcus
neoformans, Blastomy¬ces dermatitides, Coccidioides immitis, Aspergillus
species, Candida albicans. (5) aspirasi : makanan, kerosen (bensin, minyak
tanah), cairan amnion, benda asing. (6) pneumonia hipostatik. (7) sindrom
Loeffler. Secara klinis biasa, berbagai etiologi ini sukar dibedakan. Untuk
pengobatan te-pat, pengetahuan tentang penyebab pneumonia perlu sekali,
sehingga pemba¬gian etiologis lebih rasional daripada pembagian anatomis.
A. Pneumonia pneumokokus.
a. Epidemiologi,
Pneumococcus merupakan penyebab utama pneumonia.
Pneumococcus dengan serotipe 1 sampai 8 menyebabkan pneumonia pada orang dewasa
lebih dari 80%, sedangkan pada anak ditemukan tipe 14, 1, 6 dan 9. Angka
kejadian tertinggi ditemukan pada usia kurang dari 4 tahun dan mengu¬rang
dengan meningkatnya umur. Pneumonia lobaris hampir selalu disebabkan oleh
Pneumococcus, ditemukan pada orang dewasa dan anak besar, sedangkan
bronkopneumonia lebih sering dijumpai pada anak kecil dan bayi.
b. Patogenesis
Pneumococcus masuk ke dalam paru melalui jalan pernafasan
secara perci¬kan (‘droplet’). Proses radang pneumonia dapat dibagi atas 4
stadia, yaitu: (1) Stadium kongesti: kepiler melebar dan kongesti serta di
dalam alveolus terdapat eksudat jernih, bakteri dalam jumlah banyak, beberapa
neutrofil dan makrofag. (2) Stadium hepatisasi merah: lobus dan lobulus yang
terkena menjadi padat dan tidak mengandung udara, warna menjadi merah dan pada
perabaan seperti he¬par. Dalam alveolus didapatkan fibrin, leukosit neutrofil,
eksudat dan banyak se¬kali eritrosit dan kuman. Stadium ini berlangsung sangat
pendek. (3) Stadium hepatisasi kelabu: lobus masih tetap padat dan warna merah
menjadi pucat kela¬bu. Permukaan pleura suram karena diliputi oleh fibrin.
Alveolus terisi fibrin dan leukosit, tempat terjadi fagositosis Pneumococcus.
Kapiler tidak lagi kongestif. (4) Stadium resolusi: eksudat berkurang. Dalam
alveolus makrofag bertambah dan leukosit mengalami nekrosis dan degenerasi
lemak. Fibrin diresorbsi dan menghilang. Secara patologi anatomis
bronkopneumonia berbeda dari pneu¬tpaonia lobaris dalam hal lokalisasi sebagai
bercak-bercak dengan distribusi yang tidak teratur. Dengan pengobatan
antibiotika urutan stadiumn khas ini tidak terli¬hat.
c. Gambaran klinis
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran
nafas bagian atas selama beberapa hari. Suhu dapat naik sangat mendadak sampai
39-40°C dan mungkin disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat
gelisah, disp¬nu. Pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping
hidung dan siano¬sis sekitar hidung dan mulut. Kadang-kadang disertai muntah
dan diare. Batuk biasanya tidak ditemukan pada permulaan penyakit, mungkin
terdapat batuk se¬telah beberapa hari, mula-mula kering kemudian menjadi
produktif. Pada sta¬dium permulaan sukar dibuat diagnosis dengan pemeriksaan
fisis, tetapi dengan adanya nafas cepat dan dangkal, pernafasan cuping hidung
dan sianosis sekitar mulut dan hidung, harus dipikirkan kemungkinan pneumonia.
Pada bronkop-neumonia, hasil pemeriksaan tisis tergantung daripada luas daerah
yang terkena. Pada perkusi toraks sering tidak ditemukan kelainan. Pada
auskultasi mungkin hanya terdengar ronki basah nyaring halus atau sedang. Bila
sarang bronkop¬neumonia menjadi satu (kontluens) mungkin pada perkusi terdengar
keredupan dan suara pernafasan pada auskultasi terdengar mengeras. Pada stadium
resolu¬si, ronki terdengar lagi. Tanpa pengobatan biasanya penyembuhan dapat
terjadi sesudah 2 – 3 minggu.
B. Pneumonia lobaris
Biasanya gejala penyakit datang mendadak, tetapi
kadang-kadang didahului oleh infeksi traktus respiratorius bagian atas. Pada
anak besar bisa disertai badan menggigil dan pada bayi disertai kejang. Suhu
naik cepat sampai 39-40°C dan suhu ini biasanya menunjukkan tipe febris
kontinua. Nafas menjadi sesak, diser¬tai nafas cuping hidung dan sianosis
sekitar hidung dan mulut dan nyeri pada da¬da. Anak lebih suka tiduran pada
sebelah dada yang terkena. Batuk mula-mula kering, kemudian menjadi produktif.
Pada pemeriksaan fisis, gejala khas tampak setelah 1-2 hari. Pada permulaan
suara pernafasan melemah sedangkan pada perkusi tidak jelas ada kelainan.
Setelah terjadi kongesti, ronki basah nyaring akan terdengar yang segera
menghilang setelah terjadi konsolidasi. Kemudian pada perkusi jelas terdengar
keredupan dengan suara pernafasan sub-bronkial sampai bronkial. Pada stadium
resolusi ronki terdengar lebih jelas. Pada inspeksi dan palpasi tampak
pergeseran toraks yang terkena berkurang. Tanpa pengobat¬an bisa terjadi penyembuhan
dengan krisis sesudah 5-9 hari.
a. Pemeriksaan Rgntgen toraks
Pemeriksaan ini dapat menunjukkan kelainan sebelum hal ini
dapat ditemu¬kan secara pemeriksaan fisis. Pada bronkopneumonia bercak-bercak
infiltrat di¬dapatkan pada satu atau beberapa lobus. Pada pneumonia lobaris
terlihat adanya konsolidasi pada satu atau beberapa lobus. Foto Rontgen dapat
juga menunjuk¬kan adanya komplikasi seperti pleuritis, atelektasis, abses paru,
pneumatokel, pneumotoraks, pneumomediastinum atau perikarditis.
b. Pemeriksaan laboratorium
Gambaran darah menunjukkan leukositosis, biasanya 15.000 –
40.000/mm3 dengan pergesaran ke kiri. Kuman penyebab dapat dibiak dari usa¬pan
tenggorokan dan 30% dari darah. Urin biasanya berwarna lebih tua, mung¬kin
terdapat albuminuria ringan karena suhu yang naik dan sedikit torak hia¬lin.
c. Diagnosis banding
Pneumonia pneumokokus tidak dapat dibedakan dari pneumonia
yang di¬sebabkan oleh bakteri lain atau virus, tanpa pemeriksaan mikrobiologis.
Keada¬an yang menyerupai pneumonia ialah: bronkiolitis, gagal jantung, aspirasi
benda asing, atelektasis, abses paru, tuberkulosis.
d. Komplikasi
Dengan penggunaan antibiotika, komplikasi hampir tidak
pernah dijumpai. Komplikasi yang dapat dijumpai ialah: empiema, otitis media
akut. Komplikasi lain seperti meningitis, perikarditis, osteomielitis,
peritonitis lebih jarang dili¬hat.
e. Prognosis
Dengan pemberian antibiotika yang tepat dan adekuat,
mortalitas dapat di¬turunkan sampai kurang dari 1%. Anak dalam keadaan
malnutrisi energi protein dan yang datang terlambat menunjukkan mortalitas yang
lebih tinggi.
f. Pengobatan dan penatalaksanaan
Sebaiknya pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji
resistensi, te¬tapi berhubung hal ini tidak selalu dapat dikerjakan dan makan
waktu maka dalam praktek diberikan pengobatan polifragmasi. Penisilin diberikan
50.000 U/kgbb/hari dan ditambah dengan kloramfeniko150 – 75 mg/kgbb/hari atau
di¬berikan antibiotika yang mempunyai spektrum luas seperti ampisilin.
Pengoba¬tan diteruskan sampai anak bebas panas selama 4- 5 hari. Anak yang
sangat se¬sak nafasnya memerlukan pemberian cairan intravena dan oksigen. Jenis
cairan yang digunakan ialah campuran glukose 5% danNaC10,9% dalam perbandingan
3:1 ditambah larutan KC110 mEq/500 ml botol infus. Banyaknya cairan yang
di¬perlukan sebaiknya dihitung dengan menggunakan rumus Darrow. Karena temyata
sebagian besar penderita jatuh ke dalam asidosis metabolik akibat kurang makan
dan hipoksia, dapat diberikan koreksi dengan perhitungan ke¬kurangan basa
sebanyak – 5 mEq.
C. Pneumonia stafilokokus
Pneumonia stafilokokus disebabkan oleh Staphylococcus
aureus, tergolong pneumonia yang berat karena cepat menjadi progresif dan
resisten terhadap pen¬gobatan. Pada umumnya pneumonia ini diderita bayi, yaitu
30% di bawah umur 3 bulan dan 70% sebelum 1 tahun. Seringkali terjadi abses
paru (abses multipel), pneumatokel, ‘tension pneumothorax’ atau empiema.
Pengobatan diberikan berdasarkan uji resistensi, tetapi mengingat cepatnya
perjalanan penyakit, perlu diberikan antibiotika yang mempunyai spektrum luas
yang kiranya belum resis¬ten. Untuk infeksi Staphylococcus yang membuat
penisilinase, dapat diberikan kloksasilin atau linkomisin. Pengobatan
diteruskan sampai ada perbaikan klinis dan menurut pengalaman rata-rata 3
minggu.
D. Pneumonia streptokokus
Grup A Streptococcus hemolyticus biasanya menyebabkan
infeksi traktus respiratorius bagian atas, tetapi kadang-kadang dapat juga
menimbulkan pneu¬monia. Pneumonia streptokokus sering merupakan komplikasi
penyakit virus seperti influenza, campak, cacar air dan infeksi bakteri lain
seperti pertusis, pneu¬mania pneumokokus. Pengobatannya ialah dengan penisilin.
E. Pneumonia bakteria gram negatif
Bakteri gram negatif yang biasanya menyebabkan pneumonia
ialah Hemo¬philus influenzae, basil Friedlander (Klebsiella pneumoniae) dan
Pseudomonas aeruginosa. Angka kejadian pneumonia ini sangat rendah (kurang dari
1%), akan tetapi mulai meningkat selama beberapa tahun ini karena penggunaan
antibioti¬ka yang sangat luas dan kontaminasi alat rumah sakit seperti
‘humidifier’, alat oksigen dan sebagainya. Secara klinis, pneumonia ini sukar
dibedakan dari pneumonia yang disebabkan oleh bakteria lain dan hanya dapat
ditentukan de¬ngan biakan. Pneumonia yang disebabkan Hemophilus influenzae pada
bayi dan anak kecil merupakan penyakit yang berat dan sering menimbulkan
kompli¬kasi seperti bakteremia, empiema, perikarditis, selulitis dan
meningitis. Obat yang terpilih ialah ampisilin dengan dosis 150 mg/kgbb/hari
dengan kloramfeni¬kol.
F. Pneumonia klebsiela
Biasanya dijumpai pada orang tua dan pada penderita diabetes
melitus, bronkiektasis dan tuberkulosis. Bayi dapat Menderita penyakit ini
karena konta¬minasi alat di rumah sakit. Penyakit ini dapat menjadi progresif
dan menimbul¬kan abses dan kavitas. Komplikasi seperti empiema, bakteremia
biasanya juga di¬jumpai. Obat terpilih untuk mengatasi infeksi ini ialah
kanamisin 7,5 mg/kgbb/12 jam untuk 10-12 hari atau gentamisin.
G. Pneumonia psendomonas aeroginosa
Merupakan bronkopneumonia berat, progresif disertai dengan
nekrosis dan biasanya menimbulkan kematian. Biasanya ditemukan sebagai infeksi
sekunder penyakit seperti fibrosis kistik, penyakit keganasan, kelainan
imunologis dan ka¬rena pemberian antibiotika yang lama. Bayi prematur mendapat
infeksi ini kare¬na kontaminasi alat di rumah sakit. Obat terpilih untuk
mengatasi infeksi ini ia¬lah karbenisilin yang dikombinasikan dengan
gentamisin.
H. Bronkiolitis akut
Penyakit ini merupakan suatu sindrom obstruksi bronkiolus
yang sering di¬derita bayi dan anak kecil yang berumur kurang dari 2 tahun.
Angka kejadian ter¬tinggi rata-rata ditemukan pada usia 6 bulan.
a. Etiologi
Bronkiolitis akut sebagian besar disebabkan oleh Respiratory
syncytial virus (50%). Penyebab lainnya ialah parainfluenza virus, Eaton agent
(Mycoplasma pneumoniae), adenovirus dan beberapa virus lain.
b. Patologi
Pada bronkiolus ditemukan obstruksi parsial atau total
karena edema dan akumulasi mukus dan eksudat yang liat. Di dinding bronkus dan
bronkiolus ter¬dapat infiltrasi sel radang. Radang juga dijumpai peribronkial
dan dijaringan interstitial. Obstruksi parsial bronkiolus menimbulkan emfisema
dan obstruksi total menimbulkan atelektasis.
c. Gambaran klinis
Bronkiolitis akut biasanya didahului oleh infeksi saluran
nafas bagian atas, disertai dengan batuk pilek untuk beberapa hari, biasanya
tanpa disertai kenai¬kan suhu atau hanya subfebril. Anak mulai mengalami sesak
nafas, makin lama makin hebat, pernafasan dangkal dan cepat dan disertai dengan
serangan batuk. Terlihat juga pernafasan cuping hidung disertai retraksi
interkostal dan supra sternal, anak gelisah dan sianotik. Pada pemeriksaan
terdapat suara perkusi hi¬personor, ekspirium memanjang disertai dengan mengi
(‘wheezing’). Ronki nyaring halus kadang-kadang terdengar pada akhir ekspirium atau
pada permulaan ekspirium. Pada keadaan yang berat sekali, suara pernafasan
hampir tidak terdengar karena kemungkinan obstruksi hampir total. Foto Rontgen
toraks menunjukkan paru-paru dalam keadaan hipererasi dan diameter
antero-ro-sterior membesar pada foto lateral. Pada sepertiga dari penderita
ditemukan bercak-bercak kohsolidasi tersebar disebabkan atelektasis atau
radang. Pada. pemeriksaan laboratorium ditemukan gambaran darah tepi dalam
batas normal, kimia darah menunjukkan gambaran asidosis respiratorik maupun
me¬tabolik. Usapan nasofaring menunjukkan flora bakteri normal.
d. Diagnosis dan diagnosis banding
Diagnosis ditegakkan atas dasar gambaran klinis yang khas
seperti tersebut di atas. Keadaan ini harus dibedakan dengan asma yang
kadang-kadang juga tim¬bul pada usia muda. Anak dengan asma akan memberikan
respons terhadap pengobatan dengan bronkodilator, sedangkan anak dengan
bronkiolitis tidak. Bronkiotitis juga harus dibedakan dengan bronkopneumonia
yang disertai emfi¬sema obstruktif dan gagal jantung.
e. Prognosis
Anak biasanya dapat mengatasi serangan tersebut sesudah 48 –
72 jam. Mortalitas kurang dari 1%. Anak biasanya meninggal karena jatuh dalam
keaaan apnu yang lama, asidosis respiratorik yang tidak terkoreksi atau karena
dehidra¬si yang disebabkan oleh takipnea dan kurang makan-minum. Komplikasi
seperti otitis media akut, pneumonia bakterial dan gagal jantung jarang
dijumpai.
f. Pengobatan din penataiaksanasn
Anak harus ditempatkan dalam ruangan dengan kelembaban udara
yang tinggi, sebaiknya dengan uap dingin (‘mist-tenf). Keadaan ini dapat
mencairkan sekret bronkus yang liat. Untuk tujuan ini dapat juga diberikan
pengobatan inha¬lasi. Oksigen perlu diberikan walaupun anak belum dalam keadaan
sianosis. Cair¬an intravena dengan elektrolit yang diperlukan diberikan untuk
mengoreksi asi¬dosis respiratorik dan metabolik yang mungkin timbul dan juga
untuk mengo¬tetcsi kemungkinan dehidrasi. Antibiotika diberikan apabila
tersangka ada infek¬si bakterial dan sebaiknya dipilih yang mempunyai spektrum
luas. Bila dicurigai Mycoplasma pneumoniae sebagai penyebabnya, obat yang
terpilih ialah eritro¬misin. Tentang pemberian steroid masih belum ada
keseragaman. Pemberian sedativum tidak diperkenankan, karena dapat menimbulkan
depresi pernafasan. Bila dianggap perlu dapat diberikan kloralhidrat.
Bronkodilator juga tidak dian¬jurkan dan sebetulnya merupakan indikasi kontra,
karena dapat memperberat keadaan anak. Penderita dapat menjadi lebih gelisah
dan keperluan oksigen akan meningkat.
I. Pneumonia aspirasi
Pneumonia Aspirasi adalah infeksi paru-paru yang disebabkan
oleh terhirupnya bahan-bahan ke dalam saluran pernafasan.
a. Penyebab
Partikel kecil dari mulut sering masuk ke dalam saluran
pernafasan, tetapi biasanya sebelum masuk ke dalam paru-paru, akan dikeluarkan
oleh mekanisme pertahanan normal atau menyebabkan peradangan maupun infeksi.
Jika partikel tersebut tidak dapat dikeluarkan, bisa menyebabkan pneumonia.
Orang yang lemah, keracunan alkohol atau obat atau dalam
keadaan tidak sadar karena pengaruh obat bius atau karena kondisi kesehatannya,
memiliki resiko untuk menderita pneumonia jenis ini. Bahkan orang normal yang
menghirup sejumlah besar bahan makanan yang dimuntahkannya, , bisa menderita
pneumonia aspirasi.
b. Gejala
a) Pneumonitis Kimia
Pneumonitis kimia terjadi bila zat yang terhirup bersifat
racun terhadap paru-paru, dan masalah yang akan timbul lebih bersifat iritasi
daripada infeksi. Zat yang terhirup biasanya adalah asam lambung.
Yang terjadi dengan segera adalah sesak nafas dan peningkatan
denyut jantung. Gejala lainnya berupa demam, dahak kemerahan dan kulit yang
kebiruan karena darah yang kurang teroksigenisasi (sianosis).
Untuk menegakkan diagnosis dilakukan foto dada serta
pengukuran konsentrasi oksigen dan karbondioksida dalam darah arteri.
Pengobatan terdiri dari terapi oksigen dan jika perlu bisa
diberikan ventilator mekanis.
Bisa dilakukan pengisapan trakea untuk membersihkan saluran
pernafasan dan mengeluarkan benda yang terhirup. Untuk mencegah infeksi,
kadang-kadang diberikan antibiotik.
Biasanya penderita pneumonitis kimia bisa segera sembuh atau
akan semakin memburuk menjadi suatu sindroma gawat pernafasan akut atau menjadi
suatu infeksi bakteri. Sekitar 30-50 % pernderita meninggal.
b) Aspirasi Bakteri
Aspirasi bakteri adalah bentuk pneumonia aspirasi yang
paling sering terjadi. Hal ini biasanya terjadi karena bakteri tertelan dan
masuk ke dalam paru-paru.
c) Obstruksi Mekanik
Penyumbatan mekanik saluran pernafasan bisa disebabkan oleh
terhirupnya partikel atau benda asing. Anak kecil beresiko tinggi karena sering
memasukkan benda ke dalam mulutnya dan menelan mainan kecil atau bagian-bagian
dari mainan.
Obstruksi juga dapat terjadi pada orang dewasa, terutama
jika daging terhirup pada saat makan. Jika benda menyumbat trakea, pasien tidak
dapat bernafas atau bicara.
Jika benda tersebut tidak dikeluarkan dengan segera
penderita akan segera meninggal.
Dilakukan Manuver Heimlich, untuk mengeluarkan benda asing
dan tindakan ini biasanya dapat menyelamatkan nyawa penderita. Jika benda asing
tertahan di bagian yang lebih bawah dari saluran pernafasan, bisa terjadi batuk
iritatif menahun dan infeksi yang berulang. Benda asing biasanya dikeluarkan
dengan bronkoskopi (alat dimasukkan melalui saluran pernafasan dan benda asing
dikeluarkan).
d) Aspirasi kerosen (minyak tanah)
Aspirasi ini dapat terjadi karena terminum minyak tanah atau
bensin. Ada 2 pen¬dapat tentang patogenesisnya yaitu: (1) kerosen dapat
mencapai paru setelah diabsorbasi di traktus digestivus, (2) aspirasi terjadi
pada waktu menelan kero¬sen, muntah atau saat membilas lambung. Suhu dapat
meninggi dan kesadaran menurun. Pengobatan simtomatik dan antibiotika diberikan
sebagai profilaksis. Pada umumnya bilasan lambung tidak dikerjakan untuk
menghindarkan ke¬mungkinan aspirasi sewaktu pembilasan. Dalam keadaan berat
anak perlu dira¬wat. Dalam keadaan ringan dapat dipulangkan dengan penyuntikan
penisilin setiap hari di poliklinik dan dilakukan pula pemeriksaan ulangan foto
Rontgen toraks. Mengenai pneumonia aspirasi ini. Selanjutnya dapat dilihat juga
pada Bab Perinatologi.
J. Sindrom Loeffler
Foto toraks sindrom ini biasanya menunjukkan gambaran
infiltrat besar dan kecil yang tersebar, ada yang menyerupai tuberkulosis
miliaris. Batasnya ka¬dang-kadang tidak tegas. Infiltrat ini dapat
berpindah-pindah dari lobus yang sa¬tu ke lobus yang lain atau dari satu paru
ke paru sisi lain. Infiltrat ini merupakan infiltrat eosinofil oleh karena
terdapat banyak sel eosinofil. Pada umumnya inflltrat ini dianggap sebagai
reaksi alergi terhadap protein asing yang di daerah tropis dihubungkan dengan
migrasi larva cacing Ascaris lumbricoides atau lain¬nya, dari usus masuk ke
peredaran darah dan paru. Darah menunjukkan eosinofilia sampai 40 -70%.
Penyakit ini biasanya tidak berat dan sembuh sete¬lah beberapa hari sampai
beberapa bulan. Pengobatannya terdiri dari antibiotika untuk mencegah infeksi
sekunder dan antelmintika.
3. Standart penatalaksanaan Pneumonia Dari DEPKES RI
A. Beri antibiotic oral sesuai indikasi
Untuk semua klasifikasi yang membutuhkan antibiotic yang
sesuai.
Antibiotic pilihan pertama: kotrimoksazol
(trimetoprim+sulfametoksazol)
Antibiotic pilihan kedua: amoksilin
Umur atau berat badan kotrimoksazol
beri 2 kali sehari selama 5 hari Amoksisilin
Beri 3 kali sehari selamam 5 hari
Tablet dewasa
480 mg Tablet anak
120 mg Sirup/ 5 ml
240 mg Sirup 125 mg
per 5 ml
2 – 4 bulan
(4 – < 6 kg) ¼ 1 2,5 ml 2,5 ml
4 – 12 bulan
(6 – < 10 kg) ½ 2 5 ml 5 ml
12 bulan – 5 tahun
(10 – < 19 kg) ¾ atau 1 3 7,5 ml 10 ml
B. Beri antibiotic intramuscular
Untuk anak yang harus segera dirujuk tetapi tidak dapat
menelan obat oral, beri dosis (IM) kloramfenikol dan atau ampisilin dan rujuk
segera. Jika rujukan tidak memungkinkan ulangi suntikan kloramfenikol setiap 12
jam selama 5 hari dan atau ampisilin setiap 6 ham selama 5 hari. Kemudian ganti
dengan antibiotic yang sesuai, untuk melengkapi 10 hari pengobatan.
Umur atau berat badan Kloramfenikol
Dosis 40 mg per kg BB
Tambahkan 5,0 ml aquadest
Sehingga menjadi
1000 mg = 5,6 ml
Atau 180 mg/ml
Ampisilin
Dosis 20 mg per Kg BB
Tambahkan 5,0 ml aquadest
Dalam 1 vial 1000 mg
Sehingga menjadi
1000 mg = 5,6 ml
Atau 180 mg/ml
1 – 4 bulan (4-< 6 kg) 1.0 ml = 180 mg 0.5 cc = 90 mg
4 – 9 bulan (6-< 8 kg) 1.5 ml = 270 mg 0.8 cc = 145 mg
9 – 12 bulan (8-<10 kg) 2 ml = 360 mg 1 cc = 180 mg
12 – 3 tahun (10-< 14 kg) 2.5 ml = 450 mg 1.3 cc = 225 mg
3 – 5 tahun (14-< 19 kg) 3.5 ml = 630 mg 1.8 cc = 315 mg
C. Nasehat untuk ibu tentang cara perawatan dirumah (untuk
anak 2 bulan – > 5 tahun)
a. Pemberian makanan:
- Berilah makanan secukupnya selama anak sakit
- Tambahlan jumlah makanan setelah sembuh
- Bersihkan hidung agar tidak mengganggu peberian makanan
b. Pemberian cairan:
- Berilah minuman lebih banyak
- Tingkatkan pemberian asi
c. Pemberian obat pereda batuk
- Berikan ramuan yang aman dan sederhana
d. Pada anak bukan pneumonia perhatikan apabila timbul tanda
pneumonia, bawalah kembali kepda petugas kesehatan, bila:
- Napas menjadi sesak
- Napas menjadi scepat
- Anak tidak mampu minum
- Sakit lebuh parah
D. Pengobatan demam
a. Demam tinggi lebih dari 38.50C
- Berilah parasetamol
- Nasehati ibu agar memberi cairan lebih banyak
- Dosis parasetamol: tablet 500 mg pemberian tiap 6 jam
selama 2 hari
Umur anak Dosis
2 bulan – < 6 bulan
6 bulan – < 3 tahun
3 tahun – < 5 tahun 1/8 tablet
¼ tablet
½ tablet
DEPKES, 2006.
4. Nursing Management
A. Assesment
a. Data Subjective
a) Kaji riwayat tentang distres pernapasan
b) Anak lemah, mudah lelah
c) Kehilangan napsu makan, mual/muntah
d) Sakit kepala, influenza
e) Nyeri dada (pleuritik), meningkat oleh batuk
f) Batuk bersputum merah muda dan purulent
g) Demam
h) Mengigigil berulang, gemetar.
b. Data Objective
a) Penurunan toleransi terhadap aktivitas
b) Takikardi
c) Wajah kemerahan atau pucat
d) Distensi abdomen
e) Hiperaktif peristaltik
f) Penampilan malnutrisi
g) Perkusi dada pekak diatas area yang terkonsilidasi
h) Takipnea
i) Dispnea progresif
j) Pernapasn dangkal
k) Penggunaan otot bantu pernapasan
l) Fremitus : taktil dan vokal bertahap meningkat dengan
konsilidasi
m) Gesekan friksi pleural.
B. Nursing Diagnosis
a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan
membran alveoli-kapiler.
b. Bersihan napas inefektif berhubungan dengan inflamasi
trakeobronchial, pembentukan edema, peningkatan produksi sputum.
c. Nyeri (akut) berhubungan dengan inflamasi parenkim paru.
d. Kecemasan berhubungan dengan dyspnea dan hospitalisasi.
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.
f. Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan
ketidakadekuatan pertahanan utama (penurunan kerja silia, perlengketan sekret
pernapasan).
g. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan
kehilangan cairan berlebihan (demam, berkeringat banyak, hiperventilasi,
muntah).
h. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan inadekuatnya masukan nutrisi.
i. Kurang pengetahuan dari orang tua mengenai kondisi dan
kebutuhan tindakan berhubungan dengan kurangnya informasi.
C. Nursing Intervention
a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan
membran alveoli-kapiler sekunder terhadap inflamasi pada intertisial alveolar.
a) HYD :
- Meunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan
b) Interventions ;
- Kaji frekuensi dan kedalaman pernapasan
- Berikan posisi semi fowler pada anak sesuai indikasi
Rasional; meningkatkan ekspansi maksimal dada dan inspirasi
maksimal
- Observasi nadi oksimetri dan ABGs
- Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi
Oksigen
- Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antibiotic
seperti ampicilin, penicillin, eritromisin, sefalosforin, dst. Sesuai indikasi.
b. Bersihan napas inefektif berhubungan dengan inflamasi
trakeobronchial, pembentukan edema, peningkatan produksi sputum.
a) HYD :
- Menunjukan prilaku mencapai bersihan jalan napas efektif
- Menunjukkan jalan napas pasien dengna bunyi napas bersih.
b) Interventions :
- Auskultasi area paru
- Kaji seri sinar X dada, nadi oksimetri.
- Bantu dan ajarkan orang tua untuk melatih anaknya latihan
batuk efektif sesuai indikasi
- Berikan dan ajarkan orang tua untuk memberikan posisi
postural drainage pada anak/pasien sesuai indikasi.
- Berikan cairan sedikitnya 2.500 ml/hari. Tawarkan air
hangat dari pada air dingin.
- Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat sesuai
indikasi, seperti ekspektoran, bronchodilator.
c. Nyeri (akut) berhubungan dengan inflamasi parenkim paru.
a) HYD :
- Menyatakan nyeri hilang terkontrol
- Anak tidak cerewet dan gelisah
- Menunjukan rileks, istirahat/tidur.
b) Interventions :
- Kaji karakteristik nyeri
- Observasi TTV
- berikan tindakan nyaman pada si anak seperti mengusap-usap
badannya, mendongeng,dll.
- Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgetik dan
antitusif sesuai indikasi.
d. Kecemasan berhubungan dengan dyspnea dan hopitalisasi
a) HYD :
- Kecemasan menurun yang ditandai dengan anak tidak labil,
meningkatnya istirahat, TTV dalam batas normal, dan postur tubuh dalam keadaan
relaks.
b) Interventions :
- Jelaskan pada orang tua semua prosuder yang akan
dilaksanakan dengan bahasa yang mudah dimengerti
- Anjurkan orang tua untuk menemani anak
- Berikan permaianan bagi anak yang sesuai dengan
keadaannya.
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.
a) HYD :
- Menunjukkan peningkatan toleransi aktivitas yang dapat
diukur dengan tak adanya dispnea, TTV dalam rentang normal.
b) Interventions :
- Evaluasi respon si pasien/si anak terhadap aktivitas.
- Berikan lingkungan yang tenang
- Jelaskan pada ortu dari pentingnya istirahat si anak
- Bantu anak/pasien dalam aktivitas perawatan diri.
f. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan
pertahanan utama (penurunan kerja silia, perlengketan sekret pernapasan).
a) HYD :
- Tidak terjadi infeksi yang lebih lanjut
b) Interventions :
- Observasi TTV
- Dorong keseimbangan istirahat adekuat dengan aktivitas
sedang. Tingkatkan masukan nutrisi adekuat
- Kaji akan perubahan yang tiba-tiba dari kondisi seperti
peningkatan nyeri dada, berulangnya demam, dan perubahan karateristik sputum.
- Berikan informasi kepada orang tua agar tidak membuang
tissue bekas sputum sembarangan, bila orang tua yang merokok ; pada saat
merokok jangandekat dengan pasien (anak).
g. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan
kehilangan cairan berlebihan (demam, berkeringat banyak, hiperventilasi,
muntah).
a) HYD :
- Tidak terjadi kekurangan volume cairan ditandai dengan
membran mukosa lembab, turgor kulit baik, pengisian kapiler cepat dan TTV
stabil.
b) Interventions :
- Kaji turgor kulit
- Catat laporan mual/muntah
- Tekankan cairan sedikitnya 2.500 ml/hari
- Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan tambahan
IV.
h. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan inadekuatnya masukan nutrisi.
a) HYD :
- Tidak terjadi nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh ditandai
dengan tidak peningkatan napsu makan, tidak terjadi penurunan berat badan.
b) Intervention :
- Identifikasi faktor yang dapat menimbulkan mual/muntah
- Berikan wadah tertutup untuk sputum dan buang sesering
mungkin
- Berikan makanan dengan porsi kecil tapi sering
- evaluasi status nutrisi umum dan ukur berat badan.
e. Kurang pengetahuan dari orang tua mengenai kondisi dan
kebutuhan tindakan berhubungan kurangnya informasi.
a) HYD :
- Orang tua menyatakan pemahaman kondisi, proses penyakit,
dan pengobatan
b) Interventions :
- Berikan informasi mengenai penyakit, lamanya penyembuhan,
pencegahan dan perawatan dirumah dalam bentuk tulisan dan verbal.
- Berikan penjelasan akan perntingnya pemberian terapi
antibiotik selama periode yang dianjurkan.
- Tekankan pentingnya melanjutkan evaluasi medik dan
vaksinasi/imunisasi dengan tepat, seperti vaksin polisakarida yaitu; vaksin
H.influenza B dan vaksin influenza.
D. Perencanaan Pulang
a. Instruksikan orang tua untuk memberikan cairan yang
adekuat dan istirahat.
b. Instruksikan orang tua untuk memberikan obat antipiretik
bila demam dan shu diatas 38,4 oC sesuai program.
c. Instruksikan orang tua untuk memberikan antibiotik sesuai
dengan dosis dan waktu.
d. Berikan cairan hangat atau buah-buahan yang toleran ;
juice aperl, lemon, pedialyle untukl memudahkan atau mengencerkan sekresi.
e. Hindari merokok dekat dengan anak yang sakit.
f. Anjurkan orang tua untuk melakukan follow up (kontrol
ulang) sesuai dengan yang dijadwalkan.
g. Ajarkan orang tua untuk memberikan posisi postural
drainage setelah memberikan ASI/PASI pada anaknya dari baru lahir sampai 1
tahun, dan terangakan pada orang tua untuk tidak memberikan ASI/PASI pada anak
dalam posisi berbaring (supinasi).
(Suriadi dan Rita Yuliana, 2006).
Kepustakaan:
Dahlan, zul. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta :
Balai pemerbit FKUI.
DEPKES RI. 2006. Pedoman Pengendalian Penyakit Infeksi
Saluran Pernapasan Akut, Untuk Penganggulangan Pneumonia Pada Balita.
Doenges. E Marilynn, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan.
Jakarta : EGC
Mansjoer, Arief, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid
II. Jakarta : Media Aesculapius.
Suriadi, Rita Yuliana. 2006. Asuhan Keperawtan pada Anak.
Jakarta : Penebar Swadaya.
Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi, edisi 6.
Jakarta : EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar