Pengikut

askep ISK dan Glumerulonefritis


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG
Glomerulonefritis merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal tahap akhir dan tingginya angka morbiditas pada anak. Terminologi glomerulonefritis yang dipakai disini adalah untuk menunjukkan bahwa kelainan yang pertama dan utama terjadi pada glomerulus, bukan pada struktur ginjal yang lain.
Glomerulonefritis merupakan penyakit peradangan ginjal bilateral. Peradangan dimulai dalam gromleurus dan bermanifestasi sebagai proteinuria dan atau hematuria. Meskipun lesi utama pada gromelurus, tetapi seluruh nefron pada akhirnya akan mengalami kerusakan, sehingga terjadi gagal ginjal. Penyakit yang mula-mula digambarkan oleh Richard Bright pada tahun 1827 sekarang diketahui merupakan kumpulan banyak penyakit dengan berbagai etiologi, meskipun respon imun agaknya menimbulkan beberapa bentuk glomerulonefritis.
Indonesia pada tahun 1995, melaporkan adanya 170 pasien yang dirawat di rumah sakit pendidikan dalam 12 bulan. Pasien terbanyak dirawat di Surabaya (26,5%), kemudian disusul berturut-turut di Jakarta (24,7%), Bandung (17,6%), dan Palembang (8,2%). Pasien laki-laki dan perempuan berbanding 2 : 1 dan terbanyak pada anak usia antara 6-8 tahun (40,6%).
Gejala glomerulonefritis bisa berlangsung secara mendadak (akut) atau secara menahun (kronis) seringkali tidak diketahui karena tidak menimbulkan gejala. Gejalanya dapat berupa mual-mual, kurang darah (anemia), atau hipertensi. Gejala umum berupa sembab kelopak mata, kencing sedikit, dan berwarna merah, biasanya disertai hipertensi. Penyakit ini umumnya (sekitar 80%) sembuh spontan, 10% menjadi kronis, dan 10% berakibat fatal.
Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah istilah umum yang dipakai untuk menyatakan adanya invasi mikroorganisme pada saluran kemih. Prevalensi ISK di masyarakat makin meningkat seiring dengan meningkatnya usia. Pada usia 40 – 60 tahun mempunyai angka prevalensi 3,2 %. Sedangkan pada usia sama atau diatas 65 tahun kira-kira mempunyai angka prevalensi ISK sebesar 20%. Infeksi saluran kemih dapat mengenal baik laki-laki maupun wanita dari semua umur baik anak-anak, remaja, dewasa maupun lanjut usia. Akan tetapi dari kedua jenis kelamin, ternyata wanita lebih sering dari pria dengan angka populasi umum kurang lebih 5-15%.
Untuk menyatakan adanya ISK harus ditemukan adanya bakteri dalam urin. Bakteriuria yang disertai dengan gejala saluran kemih disebut bakteriuria simptomatis. Sedangkan yang tanpa gejala disebut bakteriuria asimptomatis. Dikatakan bakteriuria positif pada pasien asimptomatisbila terdapat lebih dari 105 koloni bakteri dalam sampel urin midstream, sedangkan pada pasien simptomatis bisa terdapat jumlah koloni lebih rendah.
Prevalensi ISK yang tinggi pada usia lanjut antara lain disebabkan karena sisa urin dalam kandung kemih meningkat akibat pengosonga kandung kemih kurang efektif , mobilitis menurun, pada usia lanjut nutrisi sering kurang baik, sistem imunitas menurun.
Baik seluler maupu humoral, adanya hambatan pada aliran urin,hilangnya efek bakterisid dari sekresi prostat. Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan penyakit yang perlu mendapat perhatian serius. Di Amerika dilaporkan bahwa setidaknya 6 juta pasien datang kedokter setiap tahunnya dengan diagnosis ISK. Disuatu rumah sakit di Yogyakarta ISK merupakan penyakit infeksi yang menempati urutan ke-2 dan masuk dalam 10 besar penyakit (data bulan Juli – Desember).
Infeksi saluran kemih terjadi adanya invasi mikroorganisme pada saluran kemih. Untuk menegakkan diagnosis ISK harus ditemukan bakteri dalam urin melalui biakan atau kultur (Tessy, Ardaya, Suwanto, 2001) dengan jumlah signifikan (Prodjosudjadi, 2003). Tingkat signifikansi jumlah bakteri dalam urin lebih besar dari 100/ml urin. Agen penginfeksi yang paling sering adalah Eschericia coli, Proteus sp., Klebsiella sp., Serratia, Pseudomonas sp. Penyebab utama ISK (sekitar 85%) adalah Eschericia coli (Coyle & Prince, 2005). Penggunaan kateter terkait dengan kemungkinan lebih dari satu jenis bakteri penginfeksi.

1.2  Rumusan masalah
a.       Apa pengertian ISK & glomerulonefritis?
b.      Bagaimana etiologi ISK &glomerulonefritis?
c.       Bagaimana pathofisiologi ISK &glomerulonefritis?
d.      Bagaimana manifestasi ISK &glomerulonefritis?
e.       Bagaimana komplikasi ISK &glomerulonefritis?
f.       Bagaimana asuhan keperawatan ISK &glomerulonefritis?
1.3 Tujuan Penulisan
a.       Untuk mengetahui pengertian ISK &glomerulonefritis!
b.      Untuk mengetahui etiologi ISK & glomerulonefritis!
c.       Untuk mengetahui pathofisiologi ISK &glomerulonefritis!
d.      Untuk mengetahui manifestasi ISK &glomerulonefritis!
e.       Untuk mengetahui a komplikasi ISK &glomerulonefritis!
f.       Untuk mengetahui asuhan keperawatan ISK &glomerulonefritis!
















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.2 ISK
  1. Pengertian
Infeksi Saluran Kemih atau urinarius Troctus infection adalah sutatu keadaan adanya infasi mikroorganisme pada saluran kemih. (Agus Tessy, 2001).
Infeksi saluran kemih pada bagian tertentu dari saluran perkemihan yang di sebabkan oleh bakteri terutama escherichia coli: resiko dan beratnya meningkat dengan kondisi seperti refluksvesikouretral, obstruksi saluran perkemihan, statis perkemihan, pemakaian instrumen baru,septikemia. (Susan Martin Tucker, dkk,1998)
Infeksi saluran kemih adalah suatu istilah umum yang dipakai untuk mengatakan adanya invasi mikroorganisme pada saluran kemih. (Agus Tessy, Ardaya, Suwanto, 2001)

  1. Etiologi
1. Jenis-jenis mikroorganisme yang menyebabkan ISK, antara lain:
    • Pseudemonas, Proteus,klebsiella: penyebab ISK complicated
    • Escherichia coli:90% penyebab ISK uncomplicated
    • Enterobacter, Staphyloccoccus epidemidis, enterococci,dll.
2. Prevalensi penyebab ISK pada usia lanjut, antara lain:
·         Sisa urine dalam kandung kemih yang meningkat akibat pengosongan
kandung kemih yang kurang efektif
·         Mobilitas menurun
·         Nutrisi yang kurang baik
·         Sistem imunitas menurun, baik seluler maupun humoral
·         Adanya hambatan pada aliran urin
·         Hilangnya efek bakterisid dari sekresi prostat


  1. Patofisiologi
1. Proses Penyakit
Infeksi saluran kemih disebabkan oleh adanya mikroorganisme patogenik dalam traktus urinarius. Mikroorganisme ini masuk melalui: kontak langsung dari tempat infeksi terdekat, hematogen, limfogen.
Ada 2 jalur utama terjadi ISK yaitu asending dan hematogen
1.      Secara Asending yaitu :
Masuknya mikroorganisme dalam kandung kemih, antara lain : faktor anatomi dimana pada wanita memiliki uretra yang lebih pendek dari pada laki- laki sehingga insiden terjadinya ISK lebih tinggi, faktor tekanan urin saat miksi, kontaminasi fekal, Pemasangan alat kedalam traktus urinarius (pemeriksaan sistoskopik, pemakaian kateter), adanya dekubitus yang terinfeksi
2.      Secara Hematogen, yaitu :
Sering terjadi pada pasien yang sistem imunnya rendah sehingga mempermudah penyebaran infeksi secara Hematogen. Ada beberapa hal yang mempengaruhi struktur dan fungsi ginjal sehingga mempermudah penyebaran hematogen, yaitu adanya bendungan total urin yang yang mengakibatkan distensi kandung kemih, bendungan intrarenal akibat jaringan.
Pada usia lanjut terjadinya ISK ini sering disebabkan karena adanya :
·         Sisa urin dalam kandung kemih yang meningkat akibat pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap.
·         Mobilitas menurun
·         Nutrisi yang sering kurang baik
·         Sistem imunitas yang menurun
·         Adanya hambatan pada saluran urin
·         Hilangnya efek bakterisid dari sekresi prostate
Sisa urin dalam kandung kemih yang meningkat tersebut mengakibatkan distensi yang berlebihan sehingga menimbulkan nyeri, keadaan ini mengakibatkan penurunan resistensi terhadap invasi bakteri dan residu kemih menjadi media pertumbuhan bakteri yang selanjutnya akan mengakibatkan gangguan fungsi gunjal sendiri, kemudian keadaan ini secara hematogen menyebar keseluruh traktus urinarius. Selain itu beberapa hal yang menjadi predisposisi ISK, antara lain adanya obstruksi aliran kemih proksimal yang mengakibatkan penimbunan cairan bertekanan dalam pelvis ginjal dan ureter yang disebt sebagai hidronefroses. Penyebab umum obstruksi adalah jaringan perut ginjal, batu neoplasma dan hipertropi prostat yang sering ditemukan pada laki-laki diatas 60 tahun.

  1. Klasifikasi
Klasifiksi infeksi saluran kemih sebagai berikut :
1.      Kandung kemih (sistitis)
Sistitis (inflamasi kandung kemih) yang paling sering disebabkan oleh menyebarnya infeksi dari uretra. Hal ini dapat disebabkan oleh aliran balik irin dari utetra kedalam kandung kemih (refluks urtovesikal), kontaminasi fekal, pemakaian kateter atau sistoskop.
2.      Uretra (uretritis)
Uretritis adalah suatu infeksi yang menyebar naik yang di golongkan sebagai gonoreal atau non gonoreal. Uretritis gonoreal disebabkan oleh niesseria gonorhoeae dan ditularkan melalui kontak seksual. Uretritis non gonoreal adalah uretritis yang tidak berhubungan dengan niesseria gonorhoeae biasanya disebabkan oleh klamidia frakomatik atau urea plasma urelytikum.
3.      Ginjal (pielonefritis)
Pielonefritis infeksi traktus urinarius atas merupakan infeksi bakteri piala ginjal, tubulus dan jaringan intertisial dari dalah satu atau kedua ginjal
Infeksi saluran kemih (ISK) pada usia lanjut dibedakan menjadi :
1.      ISK Uncomplicated (simple)
ISK sederhana yang terjadi pada penderita dengan saluran kencing tak baik, anatomic maupun fungsional normal. ISK ini pada usia lanjut terutama
mengenai penderita wanita dan infeksi hanya mengenai mukosa superficial kandung kemih.

2.      ISK Complicated
Sering menimbulkan banyak masalah karena sering kali kuman penyebab sulit diberantas, kuman penyebab sering resisten terhadap beberapa macam antibiotika, sering terjadi bakterimia, sepsis, dan shock.
ISK ini terjadi bila terdapat keadaan- keadaan sebagai berikut :
·         Kelainan abnormal saluran kencing, misalnya batu, reflex vesiko uretral obstruksi, atoni kandung kemih, paraplegia, kateter kandung kencing menetap dan prostatitis.
·         Kelainan faal ginjal :GGA maupun GGK
·         Gangguan daya tahan tubuh
·         Infeksi yang disebabkan karena organisme virulen seperti prosteus spp yang memproduksi urease.

  1. Manifestasi klinis
Uretritis biasanya memperlihatkan gejala :
1.      Mukosa memerah dan edema
2.      Terdapat cairan eksudat yang purulent
3.      Ada Ulserasi pada uretra
4.      Adanya rasa gatal yang menggelitik
5.      Good morning sign
6.      Adanya nanah awal miksi
7.      Nyeri pada awal miksi
8.      Kesulitan untuk memulai miksi
9.      Nyeri pada bagian abdomen
Sistitis biasanya memperlihatkan gejala :
1.      Disuria (nyeri waktu berkemih)
2.      Peningkatan frekuensi berkemih
3.      Perasaan ingin berkemih
4.      Adanya sel-sel darah putih dalam urin
5.      Nyeri punggung bawah atau suprapubic
6.      Demam yang disertai adanya darah dalam urin pada kasus yang parah.
Pielonefritis akut biasanya memperlihatkan gejala :
1.      Demam
2.      Menggigil
3.      Nyeri pinggang
4.      Disuria

  1. Komplikasi
1.      Prostatitis
2.      Epididimis
3.      Striktura uretra
4.      Sumbatan pada vasoepididinal

  1. Pemeriksaan Penunjang
1.      Urinalisis
·         Leukosuria atau puria : merupakan salah satu bentuk adanya ISK. Leukosuria positif bila terdapat lebih dari 5 leukosit/ lapang pandang besar (LBP) sediment air kemih.
·         Hematuria : Hematuria positif bila 5 – 10 eritrosit/ LBP sediment air kemih.
·         Hematuria disebabkan oleh berbagai keadaan patologis baik berupa kerusakan glomerolus ataupun urolitiasis.
2.      Bakteriologis
·         Mikroskopis
·         Biakan bakteri
3.      Kultur urine untuk mengidentifikasi adanya organisme spesifik
4.      Hitung koloni : hitung koloni sekitar 100.000 koloni per milliliter urin dari urin tampung aliran tengah atau dari specimen dalam kateter dianggap sebagai criteria utama adanya infeksi.


5.      Metode tes
·   Tes dipstick multistrip untuk WBC ( tes esterase leukosit ) dan nitrit (tes Griess untuk pengurangan nitrat).
·   Tes esterase leukosit positif : maka pasien mengalami piuria.
·   Tes pengurangan nitrat, Griess positif jika terdapat bakteri yang mengurangi nitrat urin normal menjadi nitrit.
·   Tes Penyakit Menular Seksual (PMS) : Uretritia akut akibat organime menular secara seksual (misal, klamidia trakomatis, neisseria gonnorrhoeae, herpes simplek) .
·   Tes - tes tambahan : Urogram Intravena (UIV), Pielografi (IVP), msistografi, dan ultrasonografi juga dapat dilakukan untk menentukan apakah infeksi akibat dari abnormalitas traktus urinarius, adanya batu, massa renal atau abses, hodronerosis atau hiperplasie prostat. Urogram IV atau evaluasi ultrasonic, sistoskopi dan prosedur urodinamik dapat dilakukan untuk mengidentifikasi penyebab kambuhnya infeksi yang resisten.

  1. Penatalaksanaan
Penanganan Infeksi Saluran Kemih ( ISK ) yang ideal adalah agens antibacterial yang secara efektif menghilangkan bakteri dari traktus urinarius dengan efek minimal terhadap flora fekal dan vagina.
Terapi Infeksi Saluran Kemih ( ISK ) pada usia lanjut dapat dibedakan atas :
·         Terapi antibodika dosis tunggal
·         Terapi antibiotika konvensional : 5-14 hari
·         Terapi antibiotika jangka lama : 4-6 minggu
·         Terapi dosis rendah untuk supresi
Pemakaian antimicrobial jangka panjang menurunkan resiko kekambuhan infeksi.penggunaan medikasi yang umum mencakup : sulfisoxazole (gastrisin),trimethoprim / sulfamethoxazole ( tpm / smz,bactrim,septra),kadang ampicillin atau amoksisilin digunakan,tetapi E.Coli telah resisten terhadap bakteri ini.pyridium,suatu analgesic urinarius juga dapat digunakan untuk mengurangi ketidak nyamanan akibat infeksi.Dan dianjurkan untuk sering minum dan BAK sesuai kebutuhan untuk membilas mikroorganisme yang mungkin naik ke uretra,untuk wanita harus membilas dari depan kebelakang untuk menghindari kontaminasi lubang uretra oleh bakteri feces.

  1. Pengkajian Keperawatan
1. Data biologis meliputi :
·         Identitas Klien
·         Identitas Penanggung
2. Riwayat Kesehatan
·         Riwayat Infeksi Saluran Kemih
·         Riwayat pernah menderita Batu Ginjal
·         Riwayat penyakit DM,Jantung
3. Pengkajian Fisik
·         Palpasi Kandung Kemih
·         Inspeksi daerah meatus :
a. kaji warna, jumlah, bau dan kejernihan urine
b. kaji pada costovertebralis
4. Riwayat Psikososial
·         Usia,Jenis Kelamin, Pekerjaan,Pendidikan
·         Persepsi terhadap kondisi penyakit
·         Mekanisme Koping dan sistem pendukung
5. Pengkajian Pengetahuan Klien dan keluarga
·         Pemahaman tentang penyebab / Perjalanan penyakit
·         Pemahaman tentang pencegahan,perawatan dan terapi medis.

F). Diagnosa Keperawatan
1.      Penyebarluasan Infeksi berhubungan dengan adanya bakteri pada saluran kemih
2.      Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan Inflamasi,Kandung Kemih,dan struktur traktus urinarius lain
3.      Perubahan pola eliminasi urine (disuria,dorongan,frekuensi,dan atau noktuaria).berhubungan dengan obstruksi mekanik pada kandung kemih ataupun struktur traktus urinarius lain
4.      Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit,metode pencegahan,dan instruksi perawatan dirumah.

G). Perencanaan Keperawatan
Dx. 1 : Penyebarluasan Infeksi berhubungan dengan adanya bakteri pada saluran kemih
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan Infeksi sembuh dan mencegah komplikasi.
KH :
1.      Tanda-Tanda Vital dalam batas normal
2.      Nilai Kultur Urine Negatif
3.      Urine berwarna bening dan tidak berbau
Intevensi :
1. Kaji suhu tubuh pasien selama 4 jam dan lapor suhu diatas 38,5 0C
Rasional : Tanda – tanda vital menandakan adanya perubahan didalam tubuh.
2. Catat karakteristik urine
Rasional : Untuk mengetahui /mengidentifikasi indikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan.
3. Anjurkan pasien untuk minum 2-3 liter jika ada kontra indikasi
Rasional : Untuk mencegah statis urine
4. Monitor Pemeriksaan ulang urine kultur dan sensivitas untuk menentukan respon terapi
Rasional : Mengetahui seberapa jauh efek pengobatan terhadap keadaan penderita
5. Anjurkan pasien untuk mengosongkan kandung kemih secara komplit setiap kali kemih
Rasional : Untuk mencegah adanya distensi kandung kemih
6. Berikan keperawatan perineal,pertahankan agar tetap bersih dan kering
Rasional : Untuk menjaga kebersihan dan menghindari bakteri yang membuat infeksi uretra

Dx. 2 : Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan inflamasi dan infeksi uretra, kandung kemih, dan struktur traktus urinarius lain
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan nyeri hilang atau berkurang saat dan sesudah berkemih
KH :
1.      Pasien mengatakan / tidak ada keluhan nyeri pada saat berkemih
2.      Kandung Kemih tidak tegang
3.      Pasien tampak tenang
4.      Ekspresi wajah tenang
Intervensi :
1. Kaji Intensitas, lokasi, dan faktor yang memperberat atau meringankan nyeri
Rasional : Rasa sakit yang hebat menandakan adanya infeksi
2. Berikan waktu istirahat yang cukup dan tingkat aktivitas yang dapat ditoleran
Rasional : Klien dapat istirahat dengan tenang dan dapat merilekskan otot
3. Anjurkan minum banyak 2 - 3 liter jika tidak ada kontra indikasi
Rasional : Untuk mmbantu klien dalam berkemih
4. Pantau perubahan warna urine, pantau pola berkemih, masukan dan keluaran setiap 8 jam dan pantau hasil urinalisis ulang
Rasional : Untuk mengidentifikasi indikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan.
5. Berikan tindakan nyaman, seperti pijatan
Rasional : Meningkatkan relaksasi, menurunkan tegangan otot.
6. Berikan perawatan perineal
Rasional : Untuk mencegah kontaminasi uretra
7. Jika dipasang kateter, perawatan kateter 2 kali per hari
Rasional : Kateter memberikan jalan bakteri untuk memasukikandung kemih dan naik saluran perkemihan
8. Alihkan perhatian pada hal yang menyenangkan
Rasional : Relaksasi, menghindari terlalu merasakan nyeri
9. Berikan obat analgetik sesuai dengan program terapi
Rasional : Analgetik memblok lintasan nyeri

Dx. 3 : Perubahan pola eliminasi berhubungan dengan obstruksi mekanik pada kandung kemih ataupun struktur traktus urinarius lain
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam klien dapat
mempertahankan pola eliminasi secara adekuat
KH :
1.      Tidak terjadi tanda-tanda gangguan berkemih (urgensi,oliguri,disuria)
2.      Klien dapat berkemih setiap 3 jam
3.      Klien tidak kesulitan saat berkemih
Intervensi :
1. Ukur dan catat urine setiap kali berkemih
Rasional : Untuk mengetahui adanya perubahan warna dan untk mengetahui input/ output
2. Anjurkan untuk berkemih setiap 2 - 3 jam
Rasional : Untuk mencegah terjadinya penumpukan urine dalam vesika urinaria
3. Palpasi kandung kemih setiap 4 jam
Rasional : Untuk mengetahui adanya distensi kandung kemih
4. Awasi pemasukan dan pengeluaran karakteristik urine
Rasional : Memberikan informasi tentang fungsi ginjal dan adanya komplikasi
5. Dorong,meningkatkan pemasukan cairan
Rasional : Peningkatan hidrasi membilas bakteri
6. Kaji keluhan pada kandung kemih
Rasional : Retensi urine dapat terjadi dan menyebabkan distensi jaringan (kandung kemih/ginjal).
7. Bantu klien ke kamar kecil, memekai pispot/urinal
Rasional : Untuk memudahkan klien dalam berkemih
8. Bantu klien mendapatkan posisi berkemih yang nyaman
Rasional : Supaya klien tidak sukar berkemih
9. Observasi perubahan tingkat kesadaran
Rasional : Akumulasi sisa uremik dan ketidakseimbangan elektrolitdapat menjadi toksin pada susunan saraf pusat.
8. Kolaborasi :
·         Awasi pemeriksaan laboratorium,elektrolit,bun,kreatinin
·         Lakukan tindakan untuk memelihara asam urine dan berikan obat-obatan untuk meningkatkan asam urine
Rasional : Asam urin menghalangi tumbuhnya kuman. Peningkatan masukan sari buah dapat berpengaruh dalam pengobatan infeksi saluran kemih.

Dx. 4 : Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit, metode pencegahan, dan instruksi perawatan dirumah
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pengetahuan klien bertambah
KH :
1.      Kien tidak gelisah
2.      Klien tenang
3.      Klien dapat mengatakan tentang proses penyakit,metode pencegahan
dan instruksi perawatan di rumah
Intervensi :
1. Kaji tingkat kecemasan
Rasional : Untuk mengetahui berat ringannya kecemasan klien
2. Berikan kesampatan Klien untuk mengungkapkan perasaannya
Rasional : Agar klien mempunyai semangat dan mau empati terhadap perawatan dan pengobatan
3. Beri Support pada klien
Rasional : Agar klien mempunyai semangat
4. Berikan dorongan spiritual
Rasional : Agar klien kembali menyerahkan sepenuhnya kepada Tuhan Yang Maha Esa.
5. Berikan penkes
Rasional : Agar klien mengerti sepenuhnya tentang penyakit yang dialaminya
6. Memberikan kepada pasien untuk menanyakan apa yang tidak diketahui tentang penyakitnya.
Rasional : Mengetahui sejauh mana ketidaktahuan pasien tentang penyakitnya
7. Kaji ulang proses penyakit dan harapan yang akan datang
Rasional : Memberikan pengetahuan dasar dimana pasien dapat menbuat pilihan berdasarkan informasi.
8. Berikan informasi tentang : sumber infeksi, tindakan untuk mencegah penyebaran, jelaskan pemberian antibiotik, pemeriksaan diagnostik: tujuan, gambaran singkat, persiapan yang dibutuhkan sebelum pemeriksaan, perawatan sesudah pemeriksaan.
Rasional : Pengetahuan apa yng diharapkan dapat mengurangi ansietas dan membantu mengembankan kepatuhan klien terhadap rencana terapeutik.
9. Anjurkan pasien untuk menggunakan obat yang diberikan, minum sebanyak kurang lebih delapan gelas per hari
Rasional : Pasien sering menghentikan obat mereka, jika tanda-tanda penyakit mereda. Cairan menolong membilas ginjal.
10. Berikan kesempatan kepada pasien untuk mengekspesikan perasaan dan masalah tentang rencana pengobatan.
Rasional : Untuk mendeteksi isyarat indikatif kemungkinan ketidakpatuhuan dan membantu mengembangkan penerimaan rencana terapeutik
H). Pelaksanaan Keperawatan
Pada tahap ani untuk melaksanakan Intervensi dan aktivitas-aktivitas yang telah dicatat dalam rencana perawatan pasien.Agar Implementasi / pelaksanaan perencanaan ini dapat tepat waktu dan efektif maka perlu mengidentifikasi prioritas perawatan,memantau dan mencatat respon pasien terhadap setia Intervensi yang dilaksanakan serta mendokumentasikan pelaksanaan perawatan.
(Doengoes E Marilyn.dkk.2000)

I). Evaluasi Keperawatan
Pada tahap yang perlu dievaluasi pada klien dengan ISK adalah,mengacun pada tujuan yang hendak dicapai yakni apakah terdapat :
·         Nyeri yang menetap atau bertambah
·         Perubahan warna urine
·         Pola berkemih berubah, berkemih sering dan sedikit-sedikit, perasaan ingin kencing, menetes setelah berkemih.

















2.3.  GLOMERULONEFRITIS
A. DEFINISI
Glomerulonefritis akut juga disebut dengan glomerulonefritis akut post sterptokokus  (GNAPS) adalah suatu proses radang non-supuratif yang mengenai glomeruli, sebagai akibat infeksi kuman streptokokus beta hemolitikus grup A, tipe nefritogenik di tempat lain. Penyakit ini sering mengenai anak-anak.
Glomerulonefritis akut (GNA) adalah suatu reaksi imunologis pada ginjal terhadap bakteri atau virus tertentu.Yang sering terjadi ialah akibat infeksi kuman streptococcus. Glomerulonefritis merupakan suatu istilah yang dipakai untuk menjelaskan berbagai ragam penyakit ginjal yang mengalami proliferasi dan inflamasi glomerulus yang disebabkan oleh suatu mekanisme imunologis. Sedangkan istilah akut (glomerulonefritis akut) mencerminkan adanya korelasi klinik selain menunjukkan adanya gambaran etiologi, patogenesis, perjalanan penyakit dan prognosis.

B. ETIOLOGI
Sebagian besar (75%) glomerulonefritis akut paska streptokokus timbul setelah infeksi saluran pernapasan bagian atas, yang disebabkan oleh kuman Streptokokus beta hemolitikus grup A tipe 1, 3, 4, 12, 18, 25, 49. Sedang tipe 2, 49, 55, 56, 57 dan 60 menyebabkan infeksi kulit 8-14 hari setelah infeksi streptokokus, timbul gejala-gejala klinis. Infeksi kuman streptokokus beta hemolitikus ini mempunyai resiko terjadinya glomerulonefritis akut paska streptokokus berkisar 10-15%..3,7
Streptococcus ini dikemukakan pertama kali oleh Lohlein pada tahun 1907 dengan alasan bahwa :
1.      Timbulnya GNA setelah infeksi skarlatina
2.      Diisolasinya kuman Streptococcus beta hemolyticus golongan A
3.      Meningkatnya titer anti-streptolisin pada serum penderita.
Mungkin faktor iklim, keadaan gizi, keadaan umum dan faktor alergi mempengaruhi terjadinya GNA setelah infeksi dengan kuman Streptococcuss. Ada beberapa penyebab glomerulonefritis akut, tetapi yang paling sering ditemukan disebabkan karena infeksi dari streptokokus, penyebab lain diantaranya:
1.       Bakteri  :    streptokokus grup C, meningococcocus, Sterptoccocus Viridans, Gonococcus, Leptospira, Mycoplasma Pneumoniae, Staphylococcus albus, Salmonella typhi dll
2.       Virus    :    hepatitis B, varicella, vaccinia, echovirus, parvovirus, influenza, parotitis epidemika dl
3.       Parasit      : malaria dan toksoplasma

C. Patofisiologi
Terdapat 4 mekanisme yang berperan dalam menimbulkan kelainan ginjal, yaitu efek migrasi parasit, proses imunologik, reaksi nonspesifik dan nefrotoksisitas langsung.
1. Efek migrasi parasit
Kelainan ginjal bisa terjadi selama migrasi parasit. Reaksi jaringan bisa berupa proliferasi, infiltrasi dan pembentukan granuloma atau kista. Termasuk dalam mekanisme ini adalah kelainan ginjal akibat larva migran dan kista hidatid. Pada filariasis, obstruksi pembuluh limfe saluran kencing atau ginjal yang mengakibatkan khiluria.
2. Proses imunologik
Mekanisme ini menyebabkan lesi pada glomerulus. Glomerulonefritis proliferatif mesangial sering terjadi pada penyakit infeksi, di mana terdapat endapan terutama C3 dan IgM di mesangium. Walaupun sukar, Antigen spesifik dapat diperlihatkan di glomerulus. Kadar C3 serum biasanya normal dan kadang-kadang menurun. Circulating immune complex dan antibodi bisa didapatkan dalam serum. Jadi endapan C3 dan imunoglobulin, adanya antigen di glomerulus, penurunan C3 serum dan adanya antibodi dan circulating immune complex dalam serum merupakan bukti peranan mekanisme imunologik.
3. Reaksi nonspesifik
Gagal ginjal akut karena nekrosis tubuler akut pada infeksi berat umumnya disebabkan oleh faktor nonspesifik proses inflamasi. Faktor-faktor ini adalah hipovolemia, hemolisis intravaskuler, koagulasi intra vaskuler, mioglobinuria, hiperviskositas darah, pelepasan katekholamin dan penurunan curah jantung. Walaupun pada penyakit tertentu hanya salah satu
faktor yang menimbulkan gagal ginjal, tetapi umumnya pada kebanyakan kasus berbagai faktor nonspesifik di atas ikut berperan. Faktor-faktor tersebut menyebabkan penurunan aliran darah ginjal yang menimbulkan iskemi ginjal yang mengakibatkan nekrosis tubuler akut dan akhirnya gagal ginjal. Infeksi berat (sepsis) sering disertai ikterus dan hiperbilirubinemia ini bisa lebih memperburuk fungsi ginjal.
4. Nefrotoksik langsung
Leptospirosis dan gigitan ular Russel's viper merupakan contoh di mana lesi gagal disebabkan oleh nefrotoksik langsung. Pada percobaan dengan mencit, lepstopira didapatkan di glomerulus dan interstisium 3 jam dan di tubulus proksimal 9 jam sesudah inokulasi lepstropira. Lesi patologis permulaan terjadi di glomerulus dan interstitium yang kemudian bisa mengenai tubulus, merupakan akibat langsung karena adanya leptospira. Gagal ginjal karena gigitan ular Russel's viper terjadi segera setelah digigit tanpA adanya perubahan tanda vital.



E. Prevalensi
GNAPS dapat terjadi pada semua kelompok umur, namun tersering pada golongan umur 5-15 tahun, dan jarang terjadi pada bayi. Referensi lain menyebutkan paling sering ditemukan pada anak usia 6-10 tahun. Penyakit ini dapat terjadi pada laki laki dan perempuan, namun laki laki dua kali lebih sering dari pada perempuan. Perbandingan antara laki-laki dan perempuan adalah 2:1. Diduga ada faktor resiko yang berhubungan dengan umur dan jenis kelamin. Suku atau ras tidak berhubungan dengan prevelansi penyakit ini, tapi kemungkinan prevalensi meningkat pada orang yang sosial ekonominya rendah, sehingga lingkungan tempat tinggalnya tidak sehat.

F. Gejala Klinis
Pada stadium awal, penyakit ginjal tidak menimbulkan gejala apa pun. Akan tetapi seiring dengan metabolisme tubuh Anda, akan terjadi penumpukan sisa-sisa metabolisme tubuh di dalam tubuh. Akibatnya kaki dan tangan Anda jadi bengkak, nafas pendek, dan energi untuk beraktivitas pun jadi menurun.
Gejala penyakit ginjal dapat digolongkan pada dua golongan:
I. Akut:
1.      Bengkak mata, kaki,
2.      nyeri pinggang hebat (kolik),
3.      kencing sakit,
4.      demam,
5.      kencing sedikit,
6.      kencing merah /darah,
7.      sering kencing.
II. Kronis:
1. Lemas,
2. tidak ada tenaga,
3. nafsu makan, mual,
4. muntah, bengkak,
5. kencing berkurang,
6. gatal,
7. sesak napas,
8. pucat/anemi.

G. Gambaran Laboratorium
Urinalisis menunjukkan adanya proteinuria (+1 sampai +4), hematuria makroskopik ditemukan hampir pada 50% penderita, kelainan sedimen urine dengan eritrosit disformik, leukosituria serta torak selulet, granular, eritrosit(++), albumin (+), silinder lekosit (+) dan lain-lain. Kadang-kadang kadar ureum dan kreatinin serum meningkat dengan tanda gagal ginjal seperti hiperkalemia, asidosis, hiperfosfatemia dan hipokalsemia. Kadang-kadang tampak adanya proteinuria masif dengan gejala sindroma nefrotik. Komplomen hemolitik total serum (total hemolytic comploment) dan C3 rendah pada hampir semua pasien dalam minggu pertama, tetapi C4 normal atau hanya menurun sedikit, sedangkan kadar properdin menurun pada 50% pasien. Keadaan tersebut menunjukkan aktivasi jalur alternatif komplomen.
Penurunan C3 sangat mencolok pada pasien glomerulonefritis akut pascastreptokokus dengan kadar antara 20-40 mg/dl (harga normal 50-140 mg.dl). Penurunan C3 tidak berhubungan dengann parahnya penyakit dan kesembuhan. Kadar komplomen akan mencapai kadar normal kembali dalam waktu 6-8 minggu. Pengamatan itu memastikan diagnosa, karena pada glomerulonefritis yang lain yang juga menunjukkan penuruanan kadar C3, ternyata berlangsung lebih lama.
Adanya infeksi sterptokokus harus dicari dengan melakukan biakan tenggorok dan kulit. Biakan mungkin negatif apabila telah diberi antimikroba. Beberapa uji serologis terhadap antigen sterptokokus dapat dipakai untuk membuktikan adanya infeksi, antara lain antisterptozim, ASTO, antihialuronidase, dan anti Dnase B. Skrining antisterptozim cukup bermanfaat oleh karena mampu mengukur antibodi terhadap beberapa antigen sterptokokus. Titer anti sterptolisin O mungkin meningkat pada 75-80% pasien dengan GNAPS dengan faringitis, meskipun beberapa starin sterptokokus tidak memproduksi sterptolisin O.sebaiknya serum diuji terhadap lebih dari satu antigen sterptokokus. Bila semua uji serologis dilakukan, lebih dari 90% kasus menunjukkan adanya infeksi sterptokokus. Titer ASTO meningkat pada hanya 50% kasus, tetapi antihialuronidase atau antibodi yang lain terhadap antigen sterptokokus biasanya positif. Pada awal penyakit titer antibodi sterptokokus belum meningkat, hingga sebaiknya uji titer dilakukan secara seri. Kenaikan titer 2-3 kali berarti adanya infeksi.
Krioglobulin juga ditemukan GNAPS dan mengandung IgG, IgM dan C3. kompleks imun bersirkulasi juga ditemukan. Tetapi uji tersebut tidak mempunyai nilai diagnostik dan tidak perlu dilakukan secara rutin pada tatalaksana pasien.

H. Gambaran patologi
Makroskopis ginjal tampak agak membesar, pucat dan terdapat titik-titik perdarahan pada korteks. Mikroskopis tampak hampir semua glomerulus terkena, sehingga dapat disebut glomerulonefritis difusa.
Tampak proliferasi sel endotel glomerulus yang keras sehingga mengakibatkan lumen kapiler dan ruang simpai Bowman menutup. Di samping itu terdapat pula infiltrasi sel epitel kapsul, infiltrasi sel polimorfonukleus dan monosit. Pada pemeriksaan mikroskop elektron akan tampak membrana basalis menebal tidak teratur. Terdapat gumpalan humps di subepitelium yang mungkin dibentuk oleh globulin-gama, komplemen dan antigen Streptococcus.
ginjal 9
Gambar 8. Histopatologi gelomerulonefritis dengan mikroskop cahaya pembesaran 20×
Keterangan gambar :
Gambar diambil dengan menggunakan mikroskop cahaya (hematosylin dan eosin dengan pembesaran 25×). Gambar menunjukkan pembearan glomerular yang membuat pembesaran ruang urinary dan hiperselluler. Hiperselluler terjadi karnea proliferasi dari sel endogen dan infiltasi lekosit PMN
ginjal 10
Gambar 9. Histopatologi glomerulonefritis dengan mikroskop cahaya pembesaran 40×
ginjal 11
Gambar 10. Histopatologi glomerulonefritis dengan mikroskop elektron
keterangan gambar :
gambar diambil dengan menggunakan mikroskop electron. Gambar menunjukjan proliferadi dari sel endothel dan sel mesangial juga infiltrasi lekosit yang bergabung dnegan deposit electron di subephitelia.(lihat tanda panah)
ginjal 12
Gambar 11. Histopatologi glomerulonefritis dengan immunofluoresensi
keterangan gambar :
gambar diambil dengan menggunakan mikroskop immunofluoresensi dengan pembesaran 25×. Gambar menunjukkan adanya deposit immunoglobulin G (IgG) sepanjang membran basalis dan mesangium dengan gambaran ”starry sky appearence”
I. Diagnosis Banding
GNAPS harus dibedakan dengan beberapa penyakit, diantaranya adalah :
1.   nefritis IgA
Periode laten antara infeksi dengan onset nefritis adalah 1-2 hari, atau ini mungkin berhubungan dengan infeksi saluran pernafasan atas.
2. MPGN (tipe I dan II)
Merupakan penyakit kronik, tetapi pada awalnya dapat bermanifestasi sama sperti gambaran nefritis akut dengan hipokomplementemia.
3. lupus nefritis
Gambaran yang mencolok adalah gross hematuria
4. Glomerulonefritis kronis
Dapat bermanifestasi klinis seperti glomerulonefritis akut.

J. Penatalaksanaan
Tidak ada pengobatan yang khusus yang mempengaruhi penyembuhan kelainan di glomerulus.
1.      Istirahat mutlak selama 3-4 minggu. Dulu dianjurkan istirahat mutlah selama 6-8 minggu untuk memberi kesempatan pada ginjal untuk menyembuh. Tetapi penyelidikan terakhir menunjukkan bahwa mobilisasi penderita sesudah 3-4 minggu dari mulai timbulnya penyakit tidak berakibat buruk terhadap perjalanan penyakitnya.
2.      Pemberian penisilin pada fase akut. Pemberian antibiotika ini tidak mempengaruhi beratnya glomerulonefritis, melainkan mengurangi menyebarnya infeksi Streptococcus yang mungkin masih ada. Pemberian penisilin ini dianjurkan hanya untuk 10 hari, sedangkan pemberian profilaksis yang lama sesudah nefritisnya sembuh terhadap kuman penyebab tidak dianjurkan karena terdapat imunitas yang menetap. Secara teoritis seorang anak dapat terinfeksi lagi dengan kuman nefritogen lain, tetapi kemungkinan ini sangat kecil sekali. Pemberian penisilin dapat dikombinasi dengan amoksislin 50 mg/kg BB dibagi 3 dosis selama 10 hari. Jika alergi terhadap golongan penisilin, diganti dengan eritromisin 30 mg/kg BB/hari dibagi 3 dosis.
3.      Makanan. Pada fase akut diberikan makanan rendah protein (1 g/kgbb/hari) dan rendah garam (1 g/hari). Makanan lunak diberikan pada penderita dengan suhu tinggi dan makanan biasa bila suhu telah normal kembali. Bila ada anuria atau muntah, maka diberikan IVFD dengan larutan glukosa 10%. Pada penderita tanpa komplikasi pemberian cairan disesuaikan dengan kebutuhan, sedangkan bila ada komplikasi seperti gagal jantung, edema, hipertensi dan oliguria, maka jumlah cairan yang diberikan harus dibatasi.
4.      Pengobatan terhadap hipertensi. Pemberian cairan dikurangi, pemberian sedativa untuk menenangkan penderita sehingga dapat cukup beristirahat. Pada hipertensi dengan gejala serebral diberikan reserpin dan hidralazin. Mula-mula diberikan reserpin sebanyak 0,07 mg/kgbb secara intramuskular. Bila terjadi diuresis 5-10 jam kemudian, maka selanjutnya reserpin diberikan peroral dengan dosis rumat, 0,03 mg/kgbb/hari. Magnesium sulfat parenteral tidak dianjurkan lagi karena memberi efek toksis.
5.      Bila anuria berlangsung lama (5-7 hari), maka ureum harus dikeluarkan dari dalam darah dengan beberapa cara misalnya dialisis pertonium, hemodialisis, bilasan lambung dan usus (tindakan ini kurang efektif, tranfusi tukar). Bila prosedur di atas tidak dapat dilakukan oleh karena kesulitan teknis, maka pengeluaran darah vena pun dapat dikerjakan dan adakalanya menolong juga
6.      .diurektikum dulu tidak diberikan pada glomerulonefritis akut, tetapi akhir-akhir ini pemberian furosemid (Lasix) secara intravena (1 mg/kgbb/kali) dalam 5-10 menit tidak berakibat buruk pada hemodinamika ginjal dan filtrasi glomerulus (Repetto dkk, 1972).
7.      Bila timbul gagal jantung, maka diberikan digitalis, sedativa dan oksigen.

K. Komplikasi
1.      Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagia akibat berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi ginjal akut dengan uremia, hiperkalemia, hiperfosfatemia dan hidremia. Walau aliguria atau anuria yang lama jarang terdapat pada anak, namun bila hal ini terjadi maka dialisis peritoneum kadang-kadang di perlukan.
2.      Ensefalopati hipertensi yang merupakan gejala serebrum karena hipertensi. Terdapat gejala berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah dan kejang-kejang. Ini disebabkan spasme pembuluh darah lokal dengan anoksia dan edema otak.
3.      Gangguan sirkulasi berupa dispne, ortopne, terdapatnya ronki basah, pembesaran jantung dan meningginya tekanand arah yang bukan saja disebabkan spasme pembuluh darah, melainkan juga disebabkan oleh bertambahnya volume plasma. Jantung dapat memberas dan terjadi gagal jantung akibat hipertensi yang menetap dan kelainan di miokardium.
4.      Anemia yang timbul karena adanya hipervolemia di samping sintesis eritropoetik yang menurun.

L. Perjalanan Penyakit Dan Prognosis
Sebagian besar pasien akan sembuh, tetapi 5% di antaranya mengalami perjalanan penyakit yang memburuk dengan cepat pembentukan kresen pada epitel glomerulus. Diuresis akan menjadi normal kembali pada hari ke 7-10 setelah awal penyakit, dengan menghilangnya sembab dan secara bertahap tekanan darah menjadi normal kembali. Fungsi ginjal (ureum, kreatinin) membaik dalam 1 minggu dan menjadi normal dalam waktu 3-4 minggu. Komplemen serum menjadi normal dalam waktu 6-8 minggu. Tetapi kelainan sedimen urin akan tetap terlihat selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun pada sebagian besar pasien.
Dalam suatu penelitian pada 36 pasien glomerulonefritis akut pascastreptokok yang terbukti dari biopsi, diikuti selama 9,5 tahun. Prognosis untuk menjadi sembuh sempurna sangat baik. Hipertensi ditemukan pada 1 pasien dan 2 pasien mengalami proteinuria ringan yang persisten. Sebaliknya prognosis glomerulonefritis akut pascastreptokok pada dewasa kurang baik.
Potter dkk menemukan kelainan sedimen urin yang menetap (proteinuria dan hematuria) pada 3,5% dari 534 pasien yang diikuti selama 12-17 tahun di Trinidad. Prevalensi hipertensi tidak berbeda dengan kontrol. Kesimpulannya adalah prognosis jangka panjang glomerulonefritis akut pascastreptokok baik. Beberapa penelitian lain menunjukkan adanya perubahan histologis penyakit ginjal yang secara cepat terjadi pada orang dewasa. Selama komplemen C3 belum pulih dan hematuria mikroskopis belum menghilang, pasien hendaknya diikuti secara seksama oleh karena masih ada kemungkinan terjadinya pembentukan glomerulosklerosis  kresentik ekstra-kapiler dan gagal ginjal kronik.

M. Asuhan Keperawatan
A. PENGKAJIAN
8.      Riwayat kesehatan umum, meliputi Gg/peny. yang lalu, berhubungan dengan peny. sekarang. Contoh: ISPA
9.      Riwayat kesehatan sekarang,Meliputi; keluhan/gg. yang berhubungan dgn. Peny. saat ini. Seperti; mendadak, nyeri abdomen,Pinggang, edema.
PENGKAJIAN FISIK
1. Aktivitas/istirahat
- Gejala: kelemahan/malaise
- Tanda: kelemahan otot, kehilangan tonus otot
2. Sirkulasi
- Tanda: hipertensi, pucat,edema
3. Eliminasi
- Gejala: perubahan pola berkemih (oliguri)
- Tanda: Perubahan warna urine (kuning pekat, merah)
4. Makanan/cairan
BB (edema), anoreksia, mual,muntahæ- Gejala: pe
- Tanda: penurunan haluaran urine
5. Pernafasan
- Gejala: nafas pendek
- Tanda: Takipnea, dispnea, peningkatan frekwensi, kedalaman (pernafasan kusmaul)
6. Nyeri/kenyamanan
- Gejala: nyeri pinggang, sakit kepala
- Tanda: perilaku berhati-hati/distraksi, gelisah



B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.    Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan edema dengan menurunnya tingkat efektifitas
2.    Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mampu dalam memasukkan, mencerna, mengabsorbsi makanan karena factor biologi, psikolgi, atau ekonomi
3.    Kelebihan volume cairan berhubungan dengan mekanisme melemah
4.    Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan peningkatan kerentanan selama fase edema

C. INTERVENSI
1.                      Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan edema dengan menurunnya tingkat efektifitas
Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam, membran mukosa dan kulit pasien akan utuh structural dan fungsi fisiologis dengan criteria hasil :
·         Elastisitas suhu dalam rentang yang diharapkan
·         Elastisitas jaringan dalam rentang yang diharapkan
·         Hidrasi jaringan dalam rentang yang diharapkan
·         Pigmentasi jaringan dalam rentang yang diharapkan
·         Warna jaringan dalam rentang yang diharapkan
·         Terbebas dari adanya lesi jaringan
·         keutuhan kulit
Intervensi
1.   Amati ekstremitas warna, panas tempat bengkak, nadi, tekstur, edema dan luka yang bernanah
2.   Inspeksi kulit dan membrane mukosa pada ujungnya, panas yang ekstrim/pengeringan
3.   Pantau pada insfeksi khususnya area edema
4.   Pantau warna kulit
5.   Pantau temperature kulit
6.   Catat perubahan kulit/membrane mukosa
7.   Ajarkan anggota keluarga/pemberi asuhan tentangtanda kerusakan
8.   Pantau kudis dan luka pada kulit
2.    Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mampu dalam memasukkan, mencerna, mengabsorbsi makanan karena factor biologi, psikolgi, atau ekonomi
Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam jumlah makanan dan cairan pada pasien dapat terpenuhi kebutuhannya dengan
kriteria hasil:
·         Pemberian makanan melalui oral
·         Pemberian makanan lewat selang
·         Pemberian cairan oral
·         Pemberian cairan
Intervensi
1.      Ketahui makanan kesukaan pasien
2.      Tentukan dengan melakukan kolaborasi bersama ahli gizi, secara tepat, jumlah kalori dan jenis zat gizi yang dibutuhkan nutrisi
3.      Berikan pasien dengan cairan cemilan bergizi dan minuman yang tinggi protein, tinggi kalori yang siap dikonsumsi bila memungkinkan
4.      Pantau kandungan nutrisi dan kalori pada catatan asupan
5.      Timbang pasien pada interval yang tepat
6.      Tentukan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan nutrisi

3.    Kelebihan volume cairan berhubungan dengan mekanisme melemah
Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam, cairan pada pasien akan seimbang dengan criteria hasil :
·       Keseibangan asupan & haluran dalam 24 jam
·       Tidak ada bunyi napas tambahan
·       Berat badan stabil
·       Tidak ada asites
·       Tidak ada distensivena
·       Tidak ada edema perifer
·       Berat jenis urine dalam batas normal
Intervensi
1.      Timbang berat badan setiap hari dan pantau kemajuannya
2.      Perintahkan keakuratan catatan asupan dan haluran
3.      Pantau hasil labolatorium yang relevan terhadap retensi cairan (misal : perubahan elektrolit, peningkatan BUN, penurunan hematokrit dengan peningkatan kadar hosmolitas urine)
4.      Berikan diuretic, sesuai dengan keperluan
5.      Anjurkan pasien untuk puasa, sesai dengan kebutuhan
6.      Distribusikan asupan cairan selama 24 jam sesuai dengan keperluan
7.      Konsultasikan dengan dokter jika tanda dan gejala kelebihan volume cairan muncul/memburuk

4.    Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan peningkatan kerentanan selama fase edema
Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x24 jam factor resiko infeksi pada pasien akan hilang dengan criteria hasil:
·         Memantau factor resiko lingkungan
·         Memantau factor prilaku seseorang
·         Mengubah gaya hidup untuk mengurangi resiko
·         Menghindari perjalanan terhadap ancaman kesehatan
·         Mendapatkan imunisasi yang tepat
Intervensi
1.      Bersihkan lingkungan dengan benar setelah dipergunakan pasien
2.      Pertahankan teknik isolasi, bila diperlukan
3.      Batasi jumlah pengunjung, bila diperlukan
4.      Ajarkan pasien teknik mencuci tangan yang benar
5.      Ajarkan kepada pengunjung untuk mencuci tangan sewaktu masuk dan meninggalkan ruang pasien
6.      Berikan terapi antibiotic, bila diperlukan
7.      Ajarkan kepada pasien dan keluarganya tanda/gejala infeksi dan kapan harus melaporkannya kepusat kesehatan

D. EVALUASI
·         Intake dan output cairan seimbang.
·         Tidak ada udema.
·         Tanda-tanda vital: TD: 120/80 mmHg, RR: 20 X/m, HR: 80 X/mt, suhu: 367o C.
·         Kadar elektrolit darah normal.
·         Tidak ada mual, muntah.
·         Pasien dapat menghabiskan porsi makanan yang dihidangkan.
·         Tidak ada gatal-gatal dan lecet pada kulit.
·         Tahan terhadap aktivitas tanpa ada kelelahan.














BAB III
KESIMPULAN

A.    Simpulan
Glomerunefritis merupakan penyakit perdangan ginjal bilateral. Glomerulonefritis akut paling lazim terjadi pada anak-anak 3 sampai 7 tahun meskipun orang dewasa muda dan remaja dapat juga terserang , perbandingan penyakit ini pada pria dan wnita 2:1.
GNA ialah suatu reaksi imunologis pada ginjal terhadap bakteri atau virus tertentu.Yang sering terjadi ialah akibat infeksi2. tidak semua infeksi streptokokus akan menjadi glomerulonefritis, hanya beberapa tipe saja. Timbulnya GNA didahului oleh infeksi ekstra renal, terutama di traktus respirotorius bagian kulit oleh kuman streptokokus beta hemolitikus golongan A tipe 12, 4, 16, 25 dan 49. dari tipe tersebut diatas tipe 12 dan 25 lebih bersifat nefritogen disbanding yang lain. Tujuan utama dalam penatalaksanaan glomerulonefritis adalah untuk Meminimalkan kerusakan pada glomerulus, Meminimalkan metabolisme pada ginjal, Meningkatkan fungsi ginjal.
Tidak ada pengobatan khusus yang mempengaruhi penyembuhan kelainan glomerulus. Pemberian pinisilin untuk membrantas semua sisa infeksi,tirah baring selama stadium akut, diet bebas bila terjadi edema atau gejala gagal jantung danantihipertensi kalau perlu,sementara kortikosteroid tidak mempunyai efek pada glomerulofritis akut pasca infeksi strepkokus. Pronosis penyakit pada anak-anak baik sedangkan prognosisnya pada orang dewasa tidak begitu baik.

B.     SARAN
Penulis mengetahui bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna sehingga penulis mengharapkan saran atau kritik yang membangun dari pembaca sehingga makalah ini bisa mendekati kata sempurna. Opini dari para pembaca sangat berarti bagi kami guna evaluasi untuk menyempurnakan makalah ini.


DAFTAR PUSTAKA

Price, Sylvia A, 1995 Patofisiologi :konsep klinis proses-proses penyakit, ed 4, EGC, Jakarta.
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 1985, Glomerulonefritis akut, 835-839, Infomedika, Jakarta.
Ilmu Kesehatan Nelson, 2000, vol 3, ed Wahab, A. Samik, Ed 15, Glomerulonefritis akut pasca streptokokus,1813-1814, EGC, Jakarta.
markum. M.S, Wiguno .P, Siregar.P,1990, Glomerulonefritis, Ilmu Penyakit Dalam II, 274-281, Balai Penerbit FKUI,Jakarta.

1 komentar:

  1. mantab terimakasih banyak sob, sangat membantu sekali artikelnya..

    BalasHapus